8. Double Trouble

13.8K 1.4K 221
                                    

"Jelasin aja di ruangan Papa."

Edward masih membeku. Efek mabuk bikin otak mencerna lebih lamban kayaknya. Buktinya dia masih bertahan dengan keterkejutan sekaligus kebingungan. Untung aja Albert menepuk pundaknya lumayan keras untuk menyadarkan.

"Come on. Kamu nggak niat lari dari masalah kan?" Albert memberi senyum miring.

Edward menatap adiknya dengan raut keresahan. "Kamu mau kasih tau Papa tentang itu?"

Albert mengedikkan bahu. "Papa selalu tau. Cepat atau lambat. Tapi daripada tau dari petugas hotel, lebih baik dibuka sekalian sekarang."

"Don't get me in trouble, Al."

"You create your own. Aturan umum, jangan bawa teman kencan ke hotel keluarga."

"Aku mabuk. Mana tau cewek itu malah bawa ke hotel."

"Itu artinya ...?" tanya Albert dengan intonasi yang menggantung.

Iya, artinya dia salah. Edward ngaku. Jadi seperti kerbau yang dicocok hidungnya, dia ngikut langkah Albert ke sebuah ruangan. Beberapa kali Albert mengetuk pintu sebagai tanda izin kemudian membukanya.

"Aku udah bawa Edward ke sini, Pa," ujar Albert sebelum duduk di sofa, seberang sang papa. Begitu santai seolah tidak tahu kalau Edward sedang menyiapkan kalimat-kalimat puitis biar dimarahinnya nggak terlalu parah.

"Duduk." Tentu saja Erwin menyuruh Edward, karena anak sulungnya sedari masuk malah cuma berdiri bengong.

Edward meringis, merasa bersalah. Tatapan papanya tajam banget. Ini mirip waktu dulu dia sering kabur-kaburan dari pekerjaan demi menyusul pacar tercinta.

"Papa bilang duduk, Ed."

Nah, kan. Edward melangkah pelan ke sebelah Albert, lalu duduk. Ini saatnya. Apalagi waktu Erwin meletakkan tablet ke meja, melepas kacamata, dan duduk tegak.

"Albert, apa yang mau kamu tunjukkan ke Papa?" tanya Erwin. Nada suaranya hangat, tatapannya juga. Beda kalau ke Edward tadi. Seperti orang yang siap meletupkan bom. "Papa mau dengarkan dulu sebelum mengurusi kakakmu."

Giliran Edward yang lemas. Ini sih bisa jadi double trouble. Tentang pelanggaran membawa teman kencan ke hotel keluarga, lalu melewatkan meeting tanpa kabar. Apa Edward akan dicoret dari Kartu Keluarga atau dicopot dari jabatannya dan dibiarkan menggelandang di luar istana alias rumah besar keluarganya?

Edward menggeleng-gelengkan kepala. Selain bikin pusing, ternyata mabuk membuat otaknya sinetron banget.

"Tadi pagi aku weekly visit hotel, Pa." Albert memulai. Dari jasnya, dia keluarkan ponsel dan jarinya menekan sesuatu di sana. "Salah satu petugas bilang kalau Edward menginap di sana semalam. Dan ini ... aku lihat di cctv."

Edward tidak menunduk walaupun ngeri juga lihat respons Erwin. Dia memperhatikan saksama eskpresi papanya. Dari raut tajam, bingung sampai kernyitan di dahinya muncul, lalu menatap Edward dengan ... senyum?

"Astaga, Edward," kekeh Erwin.

Edward sampai melongo. Dia masih halusinasi sampai lihat papanya ketawa? Mencoba memejamkan mata untuk menetralisir efek mabuk semalam, lalu menoleh ke Albert yang ... juga ikut tersenyum misterius.

Fix, Edward butuh penanganan khusus. Sejak kapan hangover-nya bikin dia segila ini?

"Itu artinya ...." Albert berkata lagi, masih menggantung seperti saat di pintu masuk ruang meeting tadi. "Someone special?"

Hah? Spesial apa? Martabak? Sialan, kenapa Edward terjebak dalam pertanyaan yang di luar perkiraan? Harus jawab apa? Di saat seperti ini, Edward lebih bisa menjawab pertanyaan kenapa terlambat meeting. Atau kenapa ada di hotel keluarganya dengan diantar seorang cewek dan laki-laki entah siapa.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang