51. Birthday Bomb ❗️

14.3K 1K 243
                                    

Tilulitttttt tilulittt warning 🥷🏻

Komen 1 huruf di sini coba ❗️

🧚🏻🧚🏻

"I love you, Zi. I love you."

Edward merasa sangat rentan dalam segala cara. Mungkin karena suhu tubuhnya yang belum naik sedari turun pesawat tadi, atau justru menyadari bahwa Zia-lah ternyata yang bisa membawanya sejauh ini. Zia, gadis yang tidak pernah sama sekali terpikirkan olehnya akan bisa mengubah banyak hal di dunia Edward. Terutama tentang segala resah dan kalut yang coba dihilangkan enam tahun terakhir—hal-hal yang berkaitan dengan penerbangan. Edward tetap akan berterima kasih pada Zia untuk semua pengaruh baik yang dihadirkan untuknya.

"Thank you, Zi." Edward menyempatkan mengecup pipi Zia dengan bibirnya yang masih terasa beku saking dinginnya. "I love you," bisiknya lagi.

"R-really?"

Pertanyaan Zia lantas membuat Edward kehilangan kemampuan untuk berpikir selama beberapa saat. Apa maksud respons Zia dengan kata 'Really'? Juga dengan nada ragu dalam suara Zia? Lamat-lamat satu kata itu makin membuat kepalanya pening. 'Really' masih jadi komentar yang cukup menusuk hati Edward.

Dalam kebingungannya sendiri, Edward berusaha melepas rengkuhan di pinggang Zia untuk meraih railing balkon. Dijadikan itu sebagai tolakan agar tubuhnya bisa berdiri tegak di hadapan Zia, hanya bermodal tumpuan tangannya yang mendadak kebas lagi.

Kedua mata Edward masih berkabut tapi berusaha difokuskan pada Zia. Gadis itu mengerjap cepat dan mereka bertemu tatap. Edward makin putus asa saat mendapat jawaban bahwa ternyata Zia memang ragu dengan kata cintanya. Oh, God.

Pelan-pelan Edward melepas tangan kanannya dari tumpuan untuk menyusurkan jemari ke wajah Zia yang terasa hangat. Tubuhnya tercondong ke depan lebih dekat dan membelai bibir Zia yang masih berkilat akibat ciuman mereka beberapa saat lalu. Perlu banyak detik berlalu sebelum dia sanggup bertanya, setelah lidahnya terasa kelu. "Don't you feel it, Zi?" bisiknya nggak menyangka. "Apa kamu nggak ngerasain saya cinta sama kamu?"

Seharusnya sudah terlampau jelas kata cinta Edward di telinga Zia. Tapi entah karena terlalu terkejut, Zia masih bungkam. Hanya bibirnya yang setengah terbuka, tanda bahwa kekagetannya masih kentara.

"Kenapa pertanyaan kamu seolah kamu baru tau perasaan saya?" Meski Edward hampir kesusahan menata kata dengan suaranya yang serak, tapi dia berusaha terus mengejar jawaban. Dia menolak pemikiran bahwa ternyata selama ini Zia nggak tau perasaannya. Demi apa pun ini konyol kalau sampai perkiraannya benar.

"A-aku ... emang ... baru tau." Zia mengakui dengan satu kalimat tersendat.

"Apa?" Edward mengernyit. Beberapa detik dia berusaha mengolah ucapan Zia, dan saat mendapat inti dari semua ini tak ayal memompa kecemasaannya ke permukaan. Zia kira selama ini Edward nggak cinta? Benarkah?

Rahang Edward terkatup rapat saat mengembuskan napas ke udara. Dia mendongak dan berusaha meredakan semua perasaan campur aduk yang mendera. Menguatkan hati, Edward kembali menatap Zia yang masih terdiam. Apa tidak ada kata lain selain 'Really' yang harusnya gadis cantik ini tanyakan? Kenapa harus .... Arg!

"Kita udah sama-sama beberapa bulan. We've kissed many times. Menurut kamu laki-kaki gila mana yang mau pacaran dan kissing sama orang yang nggak dicintai, Zi?" beberapa kalimat terlontar, dan Edward justru makin resah. Dia menunduk setelah membasuh wajah dengan telapak tangannya.

Sedangkan Zia? Dia justru makin terpaku pada penjabaran Edward tentang semua ini. Apalagi raut Edward terlihat putus asa. Bahkan air mata yang tadi dilihatnya, kini hanya meninggalkan jejak basah. Sepertinya Edward kelewat kaget sama pemikiran Zia sampai suaranya melirih seolah kehilangan upaya. Tapi nggak salah kan kalau Zia juga nggak nyangka ternyata lelaki itu balas cinta?

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang