10. U Ready?

15K 1.3K 279
                                    

Siapa yang udah baca extra part terakhir Albert-Salsa cuuung?

🧚🏻🧚🏻

"Aku pengen coba clubbing. Temenin."

"Nggak." Itu adalah jawaban refleks yang Edward beri. Tanpa mikir banyak juga dia tahu harus jawab apa.

"Kenapa nggak boleh, Om?"

Edward tidak habis pikir sama anak satu ini. Dia menatap frustrasi pada kedua bola mata yang menunggu jawabannya dengan sorot penasaran. "Alasan apa yang bikin kamu pengen clubbing?"

Zia terdiam sebentar. Tangannya tertaut di pangkuan dengan gelisah. "Aku penasaran aja."

"Penasaran tuh harusnya ke sesuatu yang masuk akal," decak Edward. Tangannya sudah mencengkeram setir. Sial, kalau kayak gini namanya senjata makan tuan. Dia tidak tahu kalau Zia mensyaratkan hal ini.

"Temen-temenku banyak yang udah pada ke sana."

"Itu nggak baik, Zi." Suara Edward sedikit ditekan, memberi kesan bahwa apa yang dia bilang ini serius. "Menurut kamu, apa Ogi bakal bolehin? Enggak kan?"

Zia menggeleng lemah. Dia menunduk, mengabsen jari jemarinya yang jumlahnya sepuluh. Dua jempolnya saling menepuk buat meredakan resah.

"Tempat kayak gitu nggak cocok buat anak belasan tahun," kata Edward lebih pelan. Cara bicaranya harus lebih lembut soalnya takut bikin Zia nangis. "Sebenarnya nggak cocok juga untuk saya, abang kamu, atau yang berumur sekalipun. Mereka bilang itu tempat melepas penat dan stres. Tapi cuma sementara. Setelahnya malah bikin rugi diri sendiri. Nggak ada baik-baiknya."

Ragu-ragu Zia menoleh ke Edward yang menatap depan. Terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kamu tau hal itu nggak baik kan?" Kali ini Edward kembali menatap Zia, yang segera mengalihkan pandangan. Hm, mungkin takut dimarahin.

Padahal bukan. Zia mendadak gugup lagi. Takut ketahuan abis curi-curi pandang si ganteng dari samping.

"Kamu bisa minta yang lain dari saya. Oke, Zi?" Edward mendekat, merendahkan kepala demi mendapat balas tatap dari cewek itu. Saat kepala Zia mengangguk, dia tersenyum. Ditepuknya pelan puncak kepala Zia. "Kamu udah saya anggap adik sendiri. Nggak mungkin lah saya bawa kamu ke tempat nggak baik kayak gitu."

"Iya, Om." Ya udah lah kalau nggak dikabulkan. Zia juga nggak akan maksa.

Jawaban itu tidak lantas membuat Edward lega. Entahlah, seperti ada yang mengganjal di hatinya meski dengar sendiri kalau Zia sudah mengiyakan. Mungkin karena rasa khawatirnya pada bocah ini. Penasaran, kata Zia tadi. Sedangkan Edward tahu kalau penasaran artinya suatu saat nanti pasti harus dituntaskan.

"Kamu tau clubbing itu nggak baik, Zi?" Edward memastikan sekali lagi. Padahal yang sebelumnya udah dijawab.

"Iya, nggak baik." Zia mengakui. "Aku tau kok, Om. Tadi refleks aja kepikiran itu. Soalnya penasaran dari dulu."

"Kalo udah tau nggak baik, harusnya nggak perlu penasaran."

Ya, namanya juga penasaran, batin Zia. Dia sering dengar temannya clubbing. Katanya nggak bahaya kok. Sama para pacar dan teman. Pokoknya orang terpercaya, jangan orang asing. Di sana nggak diwajibkan minum alkohol apalagi sampai mabuk. Greentea dan soft drink bisa jadi opsi.

Temannya nggak ada yang sampai teler. Orang paginya waktu masuk sekolah aja segar bugar. Entah itu beda tempat clubbing atau gimana. Zia kurang paham. Katanya sih sejenis pub atau bar gitu. Cuma joget-joget, hampir mirip seperti karaokean. Zia dengarnya cuma itu dari cerita temannya.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang