63. ?

7.2K 899 662
                                    

Kalo tembus 500 komen, langsung aku up yuhuuuu. Tapi bukan spam yaa (maksa😭)

Happy reading

🧚🏻🧚🏻

Suara bantingan pintu terdengar cukup keras, menandakan kalau si pembuka pintu sudah pasti marah besar. Langkah-langkahnya tergesa menghampiri seorang lelaki yang memunggunginya, duduk di atas kursi kebanggaan dan menghadap monitor. Tangan lelaki itu teramat lincah menyusurkan mouse di atas mousepad.

"Adrian!"

Tentu aja teriakannya nggak terdengar karena lelaki yang bernama Adrian memasang headphone di telinga. Kekesalannya makin memuncak dan dia menepuk pundak Adrian agar perhatian dialihkan padanya. "Adrian!!!" teriaknya untuk kedua kali, suaranya lebih tinggi.

"Eh." Adrian tersadar setelah mendapat tepukan di bahu. Dia menoleh sekilas ke samping, tapi tidak lama karena fokusnya harus kembali ke layar monitor. "Wait. Just a few more minutes."

Habis kesabaran lihat sikap tak acuh Adrian, dia melepas paksa headphone yang menempel itu, lalu diletakkan di meja dengan bantingan cukup keras. "Bisa nggak, sekali aja kamu nggak reject telepon aku kalo lagi penting?!"

"Zi ...." Adrian menoleh. Dia menemukan sela untuk mengalihkan pandangan dari game di monitor, lalu meraih tangan Zia untuk dikecup. "Lima belas menit lagi ya, cantik."

"Dari kamu chat dua jam lalu juga bilangnya lima belas menit lagi!"

"Damn." Adrian malah kembali fokus ke game sembari mengumpat kecil saat sadar ada yang keliru dari pergerakan lawan di monitor. Dia bahkan kembali memakai headphone tanpa tahu bahwa Zia sudah sangat menahan kekesalan.

"We had dinner reservations, Adrian!" teriak Zia dengan kekuatan yang masih tersisa. Menghadapi Adrian yang sangat hobi nge-game tanpa tau waktu sungguh melelahkan.

"Let me finish this level, and then we'll go, Zi." Adrian masih sempat menjawab sebelum fokusnya benar-benar nggak terpecahkan.

Zia nggak sanggup berkata-kata lagi. Dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam, seolah semua energinya hampir terkuras habis. Lalu mengembuskan dengan sangat keras. Dia mundur beberapa langkah dan mendudukkan diri di tepi tempat tidur Adrian.

Seingatnya, saat pendekataan sama Adrian nggak gini-gini banget. Lelaki itu mepetin terus sampai tanya kabar sesering mungkin dan bakal kelimpungan kalau Zia telat balas bentar aja. Adrian di masa mendekati Zia adalah lelaki yang sangat mengutamakan berkabar—hal yang sangat Zia sukai.

Adrian memang suka dunia gaming, Zia juga tau dari awal. Tapi sebelumnya nggak separah ini. Adrian selalu bilang game nggak lebih penting dari Zia. Dan kalau Zia butuh apa-apa, Adrian siap ada. Game bisa keluar dari daftar prioritas jika ada Zia di sampingnya.

Tapi sekarang ... belum juga genap dua bulan jadian udah gini aja. Padahal tiga bulan pendekatan Adrian sangat totalitas. Zia menemukan teman yang bisa diajak apa saja, diskusi tentang banyak hal tanpa ada gap ketidaktahuan, dan segala yang Zia butuhkan berwujud dalam diri Adrian. Walau kenyataannya Adrian lebih muda secara umur, tapi Zia merasa sangat cocok. Hal yang langsung membuatnya bilang 'iya' saat Adrian menawarkan sebuah hubungan.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang