Yang nanyain part 28 di KK kapan, tungguin dulu yaaa. Perlu penghayatan soalnya biar ikut ternganu 🤣
Anw, part ini agak pendek. Kalo komennya nembus 300 langsung tar malem diusahain lanjudddd 😎
🧚🏻🧚🏻
"Udah, Pril. Gue udah bilang sama Om itu kalo nanti malem ada acara. Tapi nggak dibales sama dia. Cuma di-read doang," keluh Zia. Semalaman mikir alasan buat nolak ajakan Edward berakhir dengan terdampar di bawah pohon beringin depan sekolah. Nungguin dagangan Pak Tanto.
"Lo bilangnya kapan?"
"Kemaren. Abis dia balik dari rumah, langsung gue chat."
April ikut bingung. Dia sih sering pacaran, tapi juga baru tau ada tipikal laki-laki dengan gaya ngajak kencan kayak yang diceritain Zia tadi. Bilang sayang, suka, enggak. Tiba-tiba nyebut first date. Sebagai remaja yang baru mencicip cinta-cintaan, keduanya jelas bingung gimana cara nanggapin pemikiran orang dewasa macam Edward.
"HTS nggak sih?" April ikut menerka-nerka.
"Mana mau gue HTS, males. Entar udah sering ke mana-mana bareng, ujungnya di-PHP-in. Apalagi umur Om Ed kan udah 30, bukan cuma PHP-in, dia bisa aja ninggalin gue nikah."
"Lo belum siap nikah emangnya?"
"Ya belumlah!" tolak Zia mentah-mentah. "Gue mode chill and free. Udah bilang juga kok ke Om Ed tentang ini. Dia nggak perlu nggak enakan sama keluarga gue, kalo nggak suka ya nggak usah dipaksain."
"Iya juga. Kasian kalo dia terpaksa sama lo, padahal pemikiran dia pasti udah yang serius banget."
Zia mengangguki. Memang paling enak buat curhat tuh di sini, depan sekolah sama April. Walaupun mereka sama-sama nggak bisa kasih solusi dan cuma menularkan kebingungan doang, setidaknya Zia nggak memendam semua sendirian.
"Pak Tanto, beli pop ice yang bubble gum ya satu!" teriak Zia. Beberapa detik kemudian Pak Tanto turun dari kursi kemudi mobil BMW miliknya.
"Siap. Bapak bikinin." Pak Tanti berjalan ke bagian belakang mobil, membuat pesanan Zia.
"Pengen deh gue jualan juga," decak April lihat Pak Tanto yang bikin minuman cup di depannya.
"Bagus tuh, Pril. Gue setuju. Kalo lo bilang ke bokap juga pasti langsung acc, bokap lo kan wirausaha juga. Pasti lo bakal dimodalin."
April mengangguk. "Gue udah pernah ngomong ke bokap soal itu, malah bokap gue kaget terus jawab 'ha?' gitu doang."
Zia mengernyit. Sejauh pengenalannya dengan keluarga April, kayaknya orang tua April itu nggak mungkin nggak dukung keinginan anaknya apalagi yang positif. Kakak-kakak April juga didukung banget jalannya. Masa April cuma dijawab 'ha?'.
"Lo salah ngomong kali, Pril," tebak Zia. "Atau mungkin bokap lo pengen lo kelarin SMA dulu baru nyoba jualan."
"Enggak, Zi. Bokap gue justru dukung makin cepet makin baik, asalkan jangan lupain pendidikan. Padahal pengennya gue jualan es-es-an aja loh."
"Terus, lo bilangnya gimana emang?"
"Gini, 'Pa, aku kan gabut udah nggak sekolah, tinggal belajar buat masuk kuliah aja. Aku pengen nyoba jualan.'. Terus Papaku tanya, 'Jualan apa, Nak?'. 'Jualan pop ice,' gitu kata gue."
Zia masih mengangguk mendengarkan baik-baik.
"Ditanyalah, 'Butuh modal berapa, Nak? Dua puluh?' Terus gue jawab, 'Empat ratus'."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lop Yu, Om!
Teen Fiction"Om? Kamu panggil saya 'Om'?" Edward Neil Soediro selalu pilih pacar yang lebih dewasa biar nggak perlu susah-susah ngabarin tiap detik. Selain dewasa secara pemikiran, juga HARUS yang umurnya lebih di atasnya. Tapi di 30 tahun Edward hidup, dia jus...