42. Kado Wajib

11.3K 958 244
                                    


Gaiss, yang nungguin fast access part 52 tungguin dulu ya soalnya lagi plu ini gakuat depan laptop lama-lama wkwk

OIYA SABAR DULU KONFLIK MEREKA EMANG OVT-NYA ZIA GINI BIAR LEBIH JLEB YUHUUU

MARI KITA BIKIN TOKOHNYA CAPEQQ BATIN (emot syaiton)

🧚🏻🧚🏻

"Ayo, dilanjutin makannya."

Zia tersadar lebih dulu saat dengar suara mommy. Dia memberi senyum dan jawaban iya dengan lirih. Merasakan kecanggungan yang tiba-tiba melingkupi, sepasang orang tua di hadapannya mendadak juga tersenyum kaku selepas dengar pernyataan Gyna.

Sedangkan Zia masih sibuk melepas genggaman Edward yang mengerat. Terasa berkeringat dan hangat. "Kak, selesein makan dulu," bisiknya.

Tidak serta merta Edward melepas genggaman meski reaksi Zia setengah memaksa. Dia tetap menumpukan tangannya di atas pangkuan gadis itu.

"Kaaakkk." Kali ini Zia lebih kuat lagi melawan genggaman Edward. Melupakan kemungkinan jika beneran terlepas dengan paksa, bisa aja tangannya terantuk meja. Nggak peduli. Dia cuma pengin lepasin tangan Edward aja.

Dalam pikiran Zia, dia masih coba mewajarkan sikap Edward yang mendadak terpaku. Mungkin ini adalah tanggal penting antara Edward dan Gwen. Entah perayaan apa pun itu. Pasti cukup berkesan, terlihat dari bagaimana cara orang-orang di sana terkejut waktu diingatkan.

Terlebih ... Edward. Bukankah setiap momen antara Edward dan Gwen nggak terlupakan? Udah pasti itu alasan kenapa Edward terus saja tenggelam dalam kenangan sejak masuk ke rumah ini. Meski tadi awalnya Zia tersisih karena merasa cuma dia yang nggak tau maksud Gyna, tapi sekarang mencoba masa bodoh. Sakit hati? Itu pasti, jangan ditanyakan.

Bahkan mungkin nggak tau lagi gimana bentuk perasaan Zia sekarang. Entah gimana nanti hubungannya dan Edward kalau sampai benar lelaki itu mengiyakan ternyata gagal move on, atau emang nggak niat buat lupa dan rela.

"Jangan dilepas."

Bisikan itu membuat Zia mendengus tanpa sadar. Jangan dilepas kata Edward? Apa yang diharapin lagi dari keadaan seperti ini? Edward yang kentara banget mengenang tanggal penting hari ini, sedangkan Zia adalah cewek yang nggak pernah mau berbagi. Dia egois, dia juga sadar itu.

"Zi ...."

"Makan." Zia menyuap lagi makanan. Perutnya terlanjur kosong sebelum ke sini. Harus diisi yang banyak. Pura-pura tegar waktu tau pacarnya ternyata masih cinta banget sama mantan tuh perlu tenaga ekstra.

"Ya udah kamu abisin."

"Kak Edward enggak?" Zia masih bertanya dengan bisikan, nggak menatap Edward sama sekali. Kelakuannya terkesan nggak peduli. Bahkan pada jemari Edward yang membelai punggung tangannya dengan lembut pun sama sekali nggak direspons. Terserah. Zia capek.

"Kok nada kamu kayak gitu?" Edward mengejar dengan pertanyaan lain. Padahal ini di rumah orang tapi dia berani meraih dagu Zia agar menatap padanya.

Sayangnya lagi-lagi Zia menolak untuk menoleh. Menyerah, Edward nggak mau memaksa lagi. Dia juga punya sedikit sungkan pada tuan rumah yang sekarang masih sibuk menghabiskan makanan.

"Emang gimana, Kak?"

Edward harus mengatur napasnya pelan-pelan dengar cara Zia bertanya. Sangat datar dan nggak peduli. Ini yang dia takutkan. Zia terpengaruh dengan hal apa pun yang mengganggu pikiran. Kalimat Gyna tadi jelas membuat Zia overthinking. Makanya Edward sempat diam dan kaget. Demi apa pun Edward nggak mengingat hari ini ada apa sebelum dengar apa yang Gyna ucapkan.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang