1. Mainan Ingus

31.4K 2.1K 277
                                    

Bingung banget nyari judulnya. Maapin yak kalo gaje gini :(

🧚🏻🧚🏻

"Gue di apart Ogi."

"Sampe jam berapa?"

Edward melirik Rolex yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Hampir jam sebelas malam. Bentar lagi pergantian hari.

"Sampe subuh lagi?"

"Mungkin."

"Ck." Decakan wanita di seberang sana membuat Edward meringis tidak enak hati.

"Ada apa?"

"Beneran lo udah mulai pikun kayaknya."

Malah Edward tertawa dengar celotehan kesal itu. "Serius, kita ada janji?"

"God. Parah banget lo. Gue ingetin. Sarapan di rumah bokap nyokap gue."

Kening Edward mengerut. Oh iya? Kok lupa? "Oke," jawabnya, tidak mau berdebat.

"Sip. Jangan sampe telat."

Baru juga mau dijawab sama Edward, panggilan malah diakhiri. Ya udahlah, Edward tidak masalah juga. Seingatnya memang ada janji makan di rumah Gyna di Minggu besok. Otaknya terlalu penuh akan meeting dan meeting jadi lupa. Ini pun di hari Sabtu, Edward tetap sibuk sama kerjaan. Baru sempat ke apartemen sohibnya buat memenuhi janji kongko.

"Disuruh balik?" tanya Ogi sembari mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

"Nggak lah."

"Entar lo dikata gay lagi sama Gyna. Karena lebih pilih weekend di tempat gue ketimbang nyamperin dia."

"Biar terserah dia ngomong apa." Edward ikut mengambil pod vape dan mengisapnya.

Lihat Edward yang santai duduk di depannya dengan satu kaki ditumpukan di kaki lainnya, otomatis bikin Ogi waspada. Ngeri juga kalau-kalau ....

"Lo nggak beneran gay kan, Ed?"

Edward mengernyit. Tatapnya menjurus ke Ogi yang hampir berdiri seolah siap lari kalau jawabannya adalah iya. "Kalo gue gay, lo udah gue embat dari zaman kita SMA."

"Bangsat!" Ogi menjentikkan puntung rokok hingga abunya berhambur ke meja. Disusul dengan ia lempar sisa rokok yang tinggal seuprit, ke asbak.

Edward mengerling. Dia duduk tegak. "Lo manis tau, Gi."

"Najis, Ed!" teriak Ogi serta-merta. Kedua bahunya mengedik pertanda ngeri.

Edward tertawa. "Lagian lo aneh aja. Kalo pun di dunia ini udah abis para wanita dan sisa elo, gue pasti ...." Tidak melanjutkan ucapan, Edward malah menahan tawa. "Gue pasti mau pilih lo."

"Pintu sebelah sana," usir Ogi segera. Dia percaya sih kalau Edward cuma bercanda. Tapi takut kenyataan juga. Soalnya ciri-ciri Edward udah setengah belok. Kurang doyan wanita, contohnya.

"Gue normal, kali," decak Edward.

"Pacarin tuh si Gyna kalo lo normal. Secantik dia aja nggak lo seriusin."

Edward tidak menanggapi kalau soal itu.

"Nggak heran juga kenapa adek gue anggep kita gay, lo keliatan doyan sama gue," decak Ogi mengumpulkan fakta-fakta bukti beloknya Edward. "Biasanya insting cewek ada benernya."

"Kayak adek lo pernah liat kita bareng aja." Lagi, Edward mengisap podnya.

"Justru itu. Padahal dia cuma tau dari chat gue. Katanya tiap dia tanya 'Bang, lagi di mana?' Gue jawabnya pasti ketebak. Lagi sama lo. Ck. Sekali-kali lo nggak jadiin gue pelampiasan buat nemenin nge-bir kayak gini, bisa nggak? Lo nurunin pasaran gue sumpah!"

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang