4. Ke Sini Lagi Nggak?

16.1K 1.5K 183
                                    

Yaah, telat update. Maaf hehe

Maaf lahir batin juga buat temen-temen. 0-0 ya kita🥰🤗

🧚🏻🧚🏻

"Pelan-pelan, Om."

"Iya ini udah pelan, Zia."

"Tapi sakit."

"Tahan sebentar."

"Aw, sakit. Perih!"

"Baru pertama kali begini?"

"Iya baru in—aw! Om, perih banget!"

"Hampir keluar, Zi. Tahan bentar ya ...."

"Nggak kuat, Om. Huaaa, cepetan cabut sekarang."

"Wait ... ah, akhirnya keluar juga."

"Hiks hiks, perih banget, Om ...."

"Nanti cepet hilang kok perihnya."

"Boong. Sampe berdarah gini."

"Saya yang akan bersihin. Ini bentuk tanggung jawab saya."

"Om emang harus bertanggung jawab!"

"Iya, Zia. Maafin saya ya."

"Eh, O-om mau ngapain?!"

"Kamu diam sebentar. Biar saya—"

"Nggak mau! Aku nggak mau!"

"Sebentar, diam dulu."

"Nggak mau, Om. Masa diemut?"

"Astaga, yang tenang, Zia. Nanti kena gigi."

"I-iya, Om Edi."

BRAKKK!

Pintu terbuka dengan amat kasar, mengagetkan dua manusia yang sedang berbalas percakapan sedari tadi. Posisinya, Edward dan Zia duduk di lantai dapur. Jari telunjuk Zia ada di dalam mulut Edward.

Si pembuka pintu, alias Ogi, diam di tengah pembatas dapur dan ruang tamu dengan napas memburu. Dadanya naik turun. Pelototannya makin menjadi melihat dua manusia itu. Apalagi ekspresi Edward, mengernyit kaget dengan jari Zia yang masih ada di dalam mulutnya.

"Kalian ngapain?!" pekik Ogi, tidak mampu berekspresi lagi selain ... marah, bingung juga.

Marah karena ... shit, dia baru pulang dari kantor tapi dengar percakapan tak senonoh yang sangat dihafal suara milik siapa. Suara adik tercintanya dan suara sohib gilanya alias Edward.

"Abang ...," keluh Zia dan segera berlari ke arah Ogi. Jari telunjuknya terangkat ke depan wajah sang kakak. "Ketusuk duri nila. Dua. Sakit banget. Satu masuk kuku, satunya nancep di sini nih."

Ogi nge-blank. Dia berusaha sekuat tenaga menahan marahnya ke Edward, sekaligus harus terlihat tidak marah. Bingung kan? Entah gimana ekspresinya sekarang. Dia yang terlalu parno karena tau petualangan cinta Edward yang gila-gilaan, tapi harus menahan malu karena ternyata perkiraan kalau Edward udah ngapa-ngapain adiknya, itu keliru.

"Bang Ogi." Zia menyadarkan Ogi dari lamunan.

Untunglah Ogi sudah bisa mengendalikan diri. Matanya menyorot tajam ke Edward yang sekarang sudah berdiri beberapa langkah darinya, lalu menoleh ke Zia yang ada tepat di depannya.

Ogi meraih jari Zia yang dari tadi sudah terpampang. Dia mengernyit. Merah banget. Ada darah juga walaupun dikit. Mau pegang ujungnya tapi tidak sudi karena bekas kuluman Edward. Sialan. Andai dia nggak lihat adegan tadi, udah pasti jari Zia yang kelihatan sedikit bengkak itu dia beri perhatian lebih, diusap-usap biar nggak sakit.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang