19. Kok Panas?

13.9K 1.5K 296
                                    

Panas hatinya Ed 😵‍💫

Part 21 fast access udah ku-up juga di Karyakarsa tadi yaw. Biar nggak ketinggalan, follow di sana, nanti kalo aku update pasti dpt pemberitahuan/email. Okay?

Selamat membaca.

🧚🏻🧚🏻

Tapi ternyata ... sakit juga.

"Kamu mau ke sana sekarang atau nanti, Zi?" tanya Salsa.

Zia mencoba menelan salivanya susah payah. Memaksakan diri tersenyum kecil. "Ke sana aja yuk, Kak." Sebenarnya dia enggan, cuma nggak enak aja kalau udah diajak. Soalnya dia tau Salsa menunggunya ikut duduk karena cuma sisa mereka berdua yang belum gerak dari tempat.

Akhirnya mereka bergabung dengan orang-orang yang sudah duduk lebih dulu. Set tempat duduknya persegi panjang dengan meja di tengah.

Yang berhadapan diduduki tuan rumah dan tamu. Kecuali para anak muda yang sekarang di tempat berbeda untuk menata peralatan memanggang yang baru dibawa oleh para pelayan. Tapi nggak jauh dari set tempat duduk utama.

Ada berbagai minuman juga yang dibawakan oleh pelayan. Pokoknya tinggal nunggu Edward, Ogi, dan Albert yang sudah mulai memanggang.

"Zia!"

Panggilan itu membuat Zia menoleh ke tempat duduk yang nggak jauh darinya, tempat manggang. Ogi terlihat melambaikan tangan.

"Hape," kata Ogi meski suaranya lirih.

Karena Zia bisa paham, dia langsung mengambil ponsel dari tas Ogi yang tepat ada di sampingnya, sebelum berpamitan ke orang di sana untuk izin ikut memanggang.

"Ini, Bang," kata Zia setelah sampai di samping Ogi.

Di depannya kini ada tempat duduk persegi dengan meja yang ada fire pit serta grill. Ogi duduk di salah satu sisi, sedangkan Albert dan Edward berdampingan, seberangnya Ogi. Mereka fokus ke daging di atas bara api.

"Tolong fotoin ini dulu, Zi," perintah Ogi.

Walaupun Zia bingung tujuan abangnya apa, nyuruh dia fotoin panggangan yang sedang dipegang Ogi, tapi nurut aja. "Udah, Bang."

"Kirim ke Key. Tangan Abang kotor soalnya."

What? Astaga, jadi maksudnya PAP? Zia baru sadar kalau dari dulu emang abangnya sering banget chat ngabarin ke Key lagi di mana sama siapa, tapi dipikirnya itu wajar karena mereka teman dekat dari kecil. Sekarang dia tau alasannya.

Otomatis Zia menatap Edward. Karena dia berdiri dan Edward duduk, jadi Zia tidak bisa melihat pasti ekspresi yang lelaki itu tunjukkan saat nama Key disebut. Mungkin masih patah hati. Ah, sudahlah.

"Thanks, Zi." Ogi tersenyum. "Mau ikut manggang? Sini duduk."

Zia belum bisa menentukan keputusan. Kalau dia duduk, nanti berhadapan sama Edward terus dong?

"Kamu temenin istrimu aja, Al." Suara Edward terdengar. Kali ini berbicara dengan adiknya. Seolah-olah tidak ada percakapan lain sebelum ini. Nyebelin banget.

"Iya, bro. Temenin istri lo aja." Ogi ikut menyarankan. "Ini biar Zia yang gantiin. Dia bisa gercep kok."

Albert terlihat masih bingung. Dia melihati Edward, Ogi, dan Zia bergantian sembari berpikir. Beda sama Edward yang dari tadi lihatin daging dipanggang terus-terusan.

"Gantiin gendong Anne, Al. Takutnya Salsa kecapekan. Lagi hamil muda juga dia. Kalo bisa duduknya yang agak jauhan, takut kena asap. Bahaya." Edward menatap adiknya, setengah memaksa biar kata-katanya dipatuhi.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang