Versi wattpad ini ku-cut dan kuperhalus pake banget bagian anunya wkwk. Yg no filter no edit no cut eksklusif di sebelah tapi bacanya pelan-pelan biar gak engap kek Zia 🌚🌝
Happy reading :)
🧚🏻🧚🏻
Edward mengangkat tubuh Zia dan menurunkan di tempat tidur, menelentangkan dengan sangat lembut meski gairahnya sudah memuncak. Jemarinya menyisir rambut Zia yang tergerai indah. Beberapa helai yang terjatuh di pipi sengaja Edward seka dengan hati-hati. Ibu jarinya menyentuh di sana teramat pelan seolah Zia adalah sesuatu berharga yang tidak boleh terluka.
Dan memang bagi Edward, Zia seberharga itu.
"Zi ...." Edward merasakan suaranya parau. Tidak dipungkiri lagi sudah setinggi apa keinginannya untuk menguburkan diri sedalam-dalamnya pada kehangatan Zia, gadis yang dia yakini tidak pernah bersentuhan jauh selain dengannya.
Entah karena alasan apa Edward tidak bisa mematikan hasrat pada gadis di bawahnya ini meski tau kenyataan bahwa dirinya adalah lelaki pertama untuk Zia. Mungkin akibat rindunya yang terlanjur membuncah. Mungkin akibat cinta dan gairah berjalan seiringan, hingga makin tinggi dia mencintai Zia, turut besar juga keinginan untuk menyentuhnya. Persetan dengan ucapan lelaki yang bilang tidak setuju dengan pernyataan terakhir. Karena bagi Edward, itulah yang dirasa.
Dalam posisi ini Edward bisa memperhatikan Zia lebih lekat. Sekarang semua transparan. Melihat Zia selalu menyenangkan. Dia sangat suka menatap wajah itu lama-lama. Zia adalah keindahan yang selalu memanjakan mata. Hingga bibir Edward sulit mendeskripsikan letak cantik di diri Zia tepatnya ada di mana. Karena semua adalah perpaduan yang sempurna. Pas, tidak ada kurang atau lebihnya.
Edward adalah laki-laki yang cukup perfeksionis dan pemilih. Dia selalu tahu apa yang menarik dari pasangannya sebelum ini. Fisik atau kepribadian. Edward gampang mencetuskan di detik pertama bahwa seseorang terlihat sangat menawan baginya karena punya hidung kecil yang mancung, bentuk bibir yang sensual, rambut yang indah, lekuk tubuh yang perfect, atau sekadar dari cara kedua kaki melangkah. Sedetail itu.
Hingga kemudian Edward menyimpulkan alasan menyukai seseorang, atau bahkan mencintai. Selalu dia dapatkan, kecuali pada Zia. Edward tidak bisa memandang Zia dengan cara sama. Gadis ini berbeda, dan tentu rasa cinta Edward padanya juga istimewa. Ini bukan lagi soal standar kecantikan yang dia sebutkan tadi, karena Zia bahkan telah melampaui jauh di atas itu semua.
Zia terlalu sempurna sampai-sampai untuk menyentuh lebih dalam pun Edward tidak berani.
Edward berusaha menghilangkan pikirannya yang sudah jauh. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa hasratnya yang terlanjur menggebu sangat sulit dikendalikan. Mungkin dia akan sedikit memberi birthday bomb versi lain, meski dengan cara apa pun sudah pasti adalah sebuah kesalahan.
Edward mencuri satu kecupan di bibir Zia. Tangan kanannya meraih jemari Zia yang tergenggam gugup di sisi kepala. Diurainya satu per satu lalu dia curahi ciuman lama. Dia memejam saat membawa jemari Zia ke rahangnya, mengingat bagaimana lembutnya Zia tiap kali membelai di sana saat mereka berciuman. "These fingers, these eyes, this nose." Hidung mereka bergesekan dan Edward merasakan napas Zia memberat. Edward rasanya hampir gila. "You're the only one who makes me feel this way, Zi," ujarnya setengah frustrasi.
Hanya Zia yang bisa membuatnya merasa seragu, setakut ini, hanya untuk menyentuh lebih jauh. Dia selalu tegas dalam mengambil keputusan di usianya yang telah matang, tapi Zia berkali-kali membuat Edward goyah. Keraguan terus menyerangnya sampai Edward putus asa.
"Kak Ed ...." Itu adalah suara pertama yang terdengar dari mulut Zia setelah keduanya saling menyentuh saat kissing beberapa menit lalu. Terdengar serak dan mendayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lop Yu, Om!
Teen Fiction"Om? Kamu panggil saya 'Om'?" Edward Neil Soediro selalu pilih pacar yang lebih dewasa biar nggak perlu susah-susah ngabarin tiap detik. Selain dewasa secara pemikiran, juga HARUS yang umurnya lebih di atasnya. Tapi di 30 tahun Edward hidup, dia jus...