34. Nginap Ya?

13.5K 1.1K 178
                                    

Judulnya apa banget☺️
Btw, part 46 udah apdett✌🏻

Happy reading :)

🧚🏻🧚🏻

"Apa meeting yang jam 7 bisa postponed, Pa?"

Erwin yang mendengar pertanyaan setengah mendesak dari putra sulungnya jelas aja merasa heran. Edward tidak pernah minta nunda meeting. Pernah melewatkan satu kali memang, abis mabuk dulu itu. Tapi selebihnya Edward orang yang sangat memprioritaskan pekerjaan di atas apa pun—setidaknya itu terjadi sejak masa terpuruknya usai. Seolah hidup lelaki itu cuma untuk kerja. Nggak masalah kurang tidur, kurang makan, yang penting kerja!

"Pa?" Edward menatap dengan permohonan ke arah sang Papa.

"Nanti decision making. Memangnya siapa yang bisa ambil keputusan final meeting kalau bukan kamu, Ed? Jabatan kamu yang tertinggi di sini. Kalau rapat mingguan, kamu masih bisa skip. Yang nanti ini nggak bisa. Kamu pemegang keputusan paling final."

Edward gusar. Matanya menatap ponsel yang sedari tadi jadi fokusnya. Iya, rekaman cctv dalam ruang kerja. Dia udah ketar-ketir takut Zia kabur lagi makanya selalu stand by lihatin layar pipih ponsel walaupun meeting berlangsung. Ujungnya kacau, nggak fokus ke dua-duanya. Emang dia akui payah dalam hal multitasking.

Edward sempat mengalihkan pikirannya dari meeting untuk lihat cctv dan mendapati Zia masih rebahan di sofa. Itu membuatnya lega. Tapi beralih sebentar untuk menginterupsi pembicara meeting agar nggak misleading, malah berujung fatal. Rapatnya lancar, sedangkan pengawasannya terhadap Zia justru terlewat.

Cewek itu kabur lagi!

Astaga. Edward mendadak pening. Walau dia udah memperkirakan ini, tapi tetap membuatnya kelabakan. Tadi Zia terlihat nggak punya upaya untuk sekadar jalan keluar ruangan. Kenapa tiba-tiba gadis itu kayak punya kekuatan, lalu lari ke arah pintu tanpa sebab?

Edward beneran nggak menyangka waktu putar ulang rekaman cctv. Zia nggak keliatan ada niat kabur sebelum gadis itu mainan ponsel dan tiba-tiba aja bangkit duduk lalu jalan cepat banget. Hal apa yang membuat Zia mendadak memutuskan pergi?

"Setengah jam lagi, Ed. Siap-siap untuk meeting-nya." Erwin menepuk pundak Edward yang melunglai.

Nggak ada pilihan lain kan? Edward harus bertahan di kantor meski setengah hati. Cuma raganya aja yang duduk di ruang meeting. Sedangkan pikirannya udah melanglang buana nyari-nyari cara bagaimana membujuk Zia. Kacau.

***

"Ck. Kebiasaan pelupa!" rutuk Edward ke diri sendiri.

Mobil udah keluar dari basement, tapi dia lupa nggak bawa ponsel satunya yang ada nomor Zia. Kebiasaan lama. Lagian tadi dari ruang meeting langsung turun, nggak mampir ruangan.

Edward mengingat-ingat agar nanti sepulang dari rumah Zia segera mindahin nomor ke ponsel pribadinya biar nggak repot kalau mau hubungin. Bisa aja dia minta ke Ogi, tapi nggak etis rasanya. Masa pacaran nggak simpan nomor hp? Nanti Ogi mikir aneh-aneh. Demi kedamaian, lebih baik Edward nggak bilang apa-apa.

"Apa? Lo mau nanya Zia di rumah atau nggak?!!!"

Edward menjauhkan ponsel. Ogi ngegas banget kalau ngomong. Baru juga sedetik nelepon.

"Gue nggak tau. Gue nggak pulang hari ini."

"Oke, gue langsung nemuin ke rumah aja kalo gitu."

"Gila, jangan!"

"Kenapa?" Edward tau Ogi cuma khawatir orang tuanya terkejut. Padahal mungkin udah tau, tapi belum membicarakan tentang hubungan Edward-Zia secara mendalam sekeluarga.

Lop Yu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang