[#2] 76 : maksud dan tujuan

108 7 9
                                    

Malam semakin menggelap, bulan purnama semakin naik tinggi. Woojin turun dari motor Mada dan hampir limbung kalau Mada tidak segera mencekal tangan nya.

"Gila. Lu beneran lagi sakit?" Woojin melepas tangan Mada dan menggeleng. "Ga, sedikit pusing doang."

"Kenapa maksa banget si anjir?"

"Ayo cepet, udah pada nunggu yang lain."

Mada menghela napas pelan, sedikit mengerti sifat Woojin walaupun baru saling mengenal selama setahun terakhir. Mengerti kondisi tubuh Woojin dan sifat ayahnya. Mengerti juga sikap Woojin yang keras kepala. Ego anak remaja emang selalu benar dimata anak itu sendiri.

Woojin dan Mada menunggu sebentar di depan pintu setelah memencet bell rumah besar Jansen. Lalu di ajak masuk oleh Jansen setelah pintu itu dibuka.

"Udah kumpul semua nih, langsung ke atas aja ayo."

Keenamnya langsung mengekori Jansen yang mulai menaiki tangga, Woojin berada di paling akhir. Sengaja agar teman-teman nya tidak menyadari wajah pucat nya.

Sampai di rooftop luas berumput sintetis dan kanopi yang menutupi setengah rooftop serta terdapat sofa dan meja makan, Woojin langsung berbaring di sofa sebelum meminta izin. Membiarkan teman-temannya sibuk mulai memanas kan panggangan atau merapikan tempat makan nanti.

Mada yang memang sudah tau Woojin sakit segera berbisik pada Jansen. Menceritakan bagaimana panas nya tubuh Woojin saat dia mencekal tangan kurus itu.

Jansen hanya bisa menoleh, menatap Woojin yang mulai berkeringat. Menghela napas dan pergi mengambil obat demam, serta segelas air lalu di berikan pada Woojin yang dengan sayu menatap nya.

"Apa, sen?"

"Obat, minum kalo lu masih mau disini." Selesai bicara Jansen langsung kembali membantu teman nya yang lain.

Woojin bangkit, memegang kepalanya yang masih berputar dan mengambil obat nya. Terpaksa meminumnya karena dia tidak mau Jansen sengaja menelpon ayahnya dan memberi tau dia disini. Sia sia usaha kaburnya.

Tepat setelah dirinya menelan obat bulat dan meminum air, ponsel pada saku jaket nya berdering. Menampilkan nama ayahnya disana. Woojin mulai gelisah. Angkat atau tidak. Dan opsi kedua menjadi pilihan. Dering telpon total di abaikan, dan dirinya bangkit untuk membantu temannya.

• • • • •

Yoongi panik kalang kabut saat tau Woojin, sulungnya kabur. Lewat jendela dan sprai yang di ikatkan pada pagar beranda. Seingat nya dia tidak memarahi Woojin atau mengeluarkan kata-kata yang sekira nya bisa membuat Woojin sakit hati. Jadi anaknya kenapa.

Ditambah Woojin masih demam, dan Yoongi tau bagaimana anaknya jika sedang sakit begitu. Tangannya dengan cepat mencari ponsel dan menghubungi Woojin. Tapi nihil. Anak itu tidak mengangkat panggilan nya.

Berakhir Yoongi makan malam di temani perasaan cemas, karena memikirkan sulungnya. Selesai makan, Yoongi langsung menelpon teman teman nya dan berkata jika melihat Woojin tolong segera hubungi dia. Tidak tinggal diam, Yoongi membawa si kembar ikut serta untuk mencari Woojin. Masih dengan Soojin yang menelpon Woojin dengan ponsel ayahnya.

Yoongi berusaha memutar otak, kemana sekiranya Woojin pergi. Pedal gas di injak, membuat sedan hitam miliknya melaju membelah malamnya kota Depok. Yoongi sengaja melewati tempat biasa Woojin dan teman-teman nya berkumpul. Tapi tidak ada. Hanya ada Alex, kakaknya Felix yang Yoongi kenal.

Di tengah misi mencari nya, Yoongi terjebak lampu merah sehingga sedannya berhenti. Menunggu sebentar dan kembali melaju saat lampu lalu lintas berubah hijau.

[#2] 𝗠𝗥. 𝗦𝗧𝗜𝗙𝗙 | myg.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang