𝓐 𝓓𝓲𝓯𝓯𝓮𝓻𝓮𝓷𝓽 '𝓡'
"Ikut gue vin, lo gak akan tahan tinggal di sini."
"Dari dulu Jeyen, dari dulu gue udah gak tahan tinggal di sini. Kalau bukan karena Mommy, gue gak mau mengabdi sama pria tua itu."
"Lo tau? Gimana gue sama Mommy disiksa sama Daddy? Gak tau kan! Lo memang gak seperduli itu Jeyen. Setidaknya kalau lo gak bisa nunjukin sikap sebagai kakak yang baik, tunjukin gimana sikap sebagai anak yang baik."
"Melindungi Mommy dari siksaan Daddy, dari pukulan dia, tamparan dia.. harusnya lo tunjukin sikap itu sebagai anak Je... sebagai anak dari Mommy!"
"Tapi semuanya udah gak guna. Mommy udah pergi.. dan lo gak perlu perduli'in gue yang disini, mau hidup atau mati sekalipun."
"Gue juga berusaha selama ini, Vin. Gue coba masukin beberapa orang, buat ngawasin kalian dan mempengaruhi Mommy supaya mau keluar dari sana. Tapi selalu gagal."
"Gue dan opa.. juga sudah coba ancam Daddy dengan bukti-bukti kejahatan dia. Tapi Mommy yang selalu jadi ancaman."
"Tanpa kita tau waktu itu, Daddy pasang bom di kalung yang Mommy pakai. Kalung yang hanya bisa dibuka sama kunci yang dibawa Daddy, dan kalung yang bener-bener gak mau Mommy lepas.. secinta itu dia sama suaminya."
Jeyen tersenyum miris, membayangkan sosok mendiang Ibunya.. yang begitu mencintai suaminya yang bahkan selalu berlaku kasar dan semena-mena.
"Hal itu jadi kelemahan kita. Kalau sampai gue lapor polisi, dan ambil lo dari Daddy.. nyawa Mommy terancam waktu itu."
"Jadi tolong, pergi.. ikut gue. Ada Opa dan Oma yang sayang sama lo, vin."
"Makasih, gue pergi... tapi gak sama kalian. Gue mau tinggal sendiri dan mulai semuanya dari awal."
Melihat kepergian adiknya, Jeyen hanya dapat menghela nafas. Setidaknya, Davin mau pergi dari jeratan sang Ayah.
𝓐 𝓓𝓲𝓯𝓯𝓮𝓻𝓮𝓷𝓽 '𝓡'
Seluruh orang menunggui pernyataan dari dokter yang menangani Retania saat ini. Para dokter beserta suster masih bekerja di balik pintu yang kini mereka pandangi dengan perasaan cemas.
Jeyen, Reygen, Heron, Ednan, Suci, Jecky... dan para orang tua, semuanya ada di sini. Dengan para perempuan yang menangis di pelukan lelakinya.. Juga mereka yang menangis dalam diam.
"Re bakal baik-baik saja kan, pah?"
"Of course, kita berdoa terus ya."
Sudah tiga puluh menit lamanya, tapi dokter tak kunjung keluar untuk memberi kabar.
Jeyen.. saat ini badannya benar-benar keringat dingin. Kakinya tak bisa diam lantaran merasa gelisah di iringi takut. Lagi-lagi.. Ia dihadapkan pada situasi seperti ini. Rasanya Ia benar-benar muak dengan sesuatu yang berbau rumah sakit.
Matanya terus mengeluarkan air mata tanpa sadar. Meremas tangan miliknya sendiri, guna mengurangi rasa gugup. Tak berbeda dengan lainnya, semuanya sama.
Ednan.. dalam hati Ia tak berhenti untuk mendo'akan gadis yang Ia cinta. Meminta pada Tuhan untuk keselamatan Retania, dan gadis itu dapat memulai kembali hidupnya dengan penuh warna.
Semuanya bangkit berdiri ketika pintu terbuka dan menampakkan dokter yang menangani Retania.
"Bagaimana, dokter?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Different 'R'
Teen FictionDari banyaknya waktu yang disinggahi, tidak hatinya yang bisa ditempati. Ini tentang mereka. Empat siswa sebuah sekolah di Jakarta. Menyumbang banyak penghargaan, ditambah anugerah wajah tampan pemberian Tuhan, membuat mereka dikenal dan digemari b...