EXTRA CHAPTER

223 21 14
                                    

ternyata aku kangen mereka, so i writing again

mari lihat kegilaan yang lainnya
-
-

𝓐 𝓓𝓲𝓯𝓯𝓮𝓻𝓮𝓷𝓽 '𝓡'

Matahari mulai tenggelam kali ini, menyisakan cahaya jingga remang-remang menciptakan keindahan langit yang begitu elok dan patut disyukuri. Pun dengan insan yang masih dapat melihat langit itu, sudah seharusnya juga bersyukur atas nyawa yang masih diberikan.

Namun, itu tidak untuk lelaki pemilik tatapan lembut ini. Ednan.

Dalam benaknya bertanya, mengapa Tuhan masih belum mengambilnya. Apakah dia hamba yang tak dirindukan sehingga saat itu masih belum datang? atau Tuhan terlalu sayang pada hambanya satu ini?

Tapi Ednan hanya ingin mati sekarang, dan ditempatkan dimana Retania berada. Lelaki bodoh.

Saat ini, Ednan berjalan melalui hutan yang lebat. Mengabaikan segala kesempatan buruk yang mungkin akan datang. Langkahnya terhenti oleh suara gemuruh di kejauhan.

"Retania." Gumamnya, pun dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa kamu harus pergi?"

Suara angin berbisik di antara pepohonan, menggoda kegilaannya.

"Kamu tahu, Ednan. Dia tidak akan kembali." Kata suara itu.

"Dia telah pergi selamanya." Ednan menatap langit, mencari jawaban.

"Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya.

"Aku merindukannya, tapi aku juga ingin melupakan rindu itu dengan berada di samping dia."

Suara itu tertawa. "Kamu tidak bisa melupakan seseorang yang begitu dalam di hatimu, Ednan. Kegilaanmu hanya akan semakin memperkuat kenangan tentangnya."

Ednan menggigit bibir. "Aku tidak tahan lagi."

"Aku ingin pergi bersamanya."

Suara itu menghilang, meninggalkan Ednan sendirian di tengah hutan yang sunyi. Dia merasakan kegilaannya semakin tidak terkontrol, menggerogoti pikirannya seperti api yang membara.

"Retania." bisiknya lagi, dan dia merasa seolah-olah gadis itu berada di sampingnya.

"Aku akan menemui kamu, Retania. Biarlah kegilaan ini membawaku ke tempat yang kamu tinggali." Ednan melangkah maju, dan dia tahu bahwa perjalanan ini akan membawanya ke ujung kegilaannya.

Ia terus berjalan, kakinya menghancurkan daun-daun kering di bawahnya. Hutan semakin gelap, dan dia merasa seolah-olah dunia di sekitarnya menyusut menjadi titik-titik kecil.

"Retania." Bisiknya lagi, suaranya hampir hilang ditelan angin. Dia merasakan kehadiran wanita itu, meskipun dia tahu itu hanya ilusi.

"Aku mencintaimu." Katanya dengan tulus.

"Tapi aku juga membencimu karena telah pergi." Langkahnya berhenti di tepi jurang, dengan pandangan terpaku pada lembah di bawah.

"Mungkin ini adalah akhir dari segalanya."

"Aku akan mengikuti jejakmu, Retania." Dia mengangkat kaki kirinya, siap melangkah ke dalam kegelapan. Dan yakin akan sebuah jalan yang akan Ia temui untuk membawanya kepada gadis pujaan.

Tapi tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang menariknya kembali. Sebuah tangan yang hangat memegang lengannya.

"Jangan." Kata suara lembut di belakangnya.

A Different 'R'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang