Prolog

215 67 43
                                    

hai👋
salam kenal dari author
[MARGAREZA]

selamat membaca
jgn lupa spam vote and komen

•••

Seorang gadis menyendiri di sebuah teras warung pinggir jalan. Kedua netranya menatap kosong ke arah jalanan yang mulai sepi karena langit yang berubah semakin gelap.

Langit yang biasa menampilkan keindahan malam setiap harinya, kini berubah menjadi gelap tanpa dihiasi bintang ataupun bulan. Sendu, seperti suasana hati gadis itu sekarang.

Telinganya berdenging mengingat perlakuan sang ayah beberapa jam yang lalu. Suara cambukan, lecutan, bahkan tamparan terdengar ngilu. Tanpa sadar bibirnya mendesis saat merasakan perih di punggungnya.

Seorang gadis, kini duduk bersimpuh di hadapan laki-laki paruh baya yang menatapnya murka. Kepalanya menunduk tak berani mendongak menatap sang ayah. Kedua tangannya menumpu di lantai menahan badannya yang terasa lemah.

Tak lama dia mendongak menatap pria yang memegang sebuah ikat pinggang itu. Menarik sudut bibirnya meremehkan tindakan sang ayah. "Kenapa gak dilanjut, Yah?" tanyanya sinis.

Pria yang menyandang gelar ayah itu menatap gadis di hadapannya bengis. Nafasnya naik turun menahan emosi. Pria itu melayangkan cambukan kembali tepat di punggung Marga hingga desahan terdengar.

Gadis itu mendesis ngilu. Sudut bibirnya yang robek sedikit mengeluarkan darah akibat tamparan keras dari sang ayah. Marga menyeka tetesan darah itu menggunakan jarinya.

"Anak tidak tau diri! Sudah dibesarkan malah ngelunjak kamu!" bentak pria itu tajam. Dia melemparkan benda panjang itu ke sembarang arah.

Kemudian melangkah pergi keluar rumah, meninggalkan dua perempuan yang sama-sama bersimpuh di atas lantai.

Istri lelaki itu menangis tersedu-sedu. Dia sudah mencoba untuk menghentikan perbuatan kasar suaminya tadi, namun dorongan kasar yang dia terima membuatnya tersungkur dan tidak berhasil menghentikannya.

Dewi, bunda gadis itu beringsut maju mendekati sang anak. Dengan gemetar tangannya menyentuh lengan anaknya yang tergores luka. "Maafkan bunda, nak." ucapnya lirih tak kuat menahan tangis.

Gadis itu menepis pelan sentuhan bundanya. Kepalanya menggeleng tidak setuju. "Bunda bahkan enggak berbuat salah sama Marga."

Margareza Inara. Seorang gadis pemendam luka sendirian. Gadis yang terkenal nakal dan sering melampiaskan dengan hal-hal yang dilarang masyarakat. Gadis yang selalu acuh dengan tanggapan orang lain.

"Sialan!" umpat seorang gadis yang mengenakan Hoodie hitam di tubuhnya.

Kedua jari telunjuk dan tengah mengapit sebatang gulungan kertas berisi tembakau yang mengandung nikotin di dalamnya. Mengetukkan benda panjang itu pada sebuah asbak yang sudah disiapkan di atas meja pembeli untuk membuang bara rokok.

Sesekali bibirnya menyesap ujung gulungan kertas itu lalu menghembuskan asap yang menguar ke udara. Memainkan lidahnya hingga asap yang keluar membentuk bulatan kecil yang dibuat.

••••

penasaran ga?

lanjut dong,part ini masih pemanasan jdi dikit aja👏

tunggu part selanjutnya
see you next👋

MARGAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang