26. Patah

1.6K 83 62
                                    

26

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

26. Patah

Kafka kembali menjalani hobi lamanya. Berkeliling kota sambil menghirup udara malam. Lelaki berkaus putih itu melilitkan tali kamera di pergelangan tangan dan menjepret objek secara acak. Kegiatannya terhenti ketika sesuatu bergetar di dalam saku celananya.

Dari Seza.

Sejenak Kafka mengerutkan kening. Ia tidak ingin mengangkatnya. Namun, dengan alasan pekerjaan, lelaki itu mengangkat dengan terpaksa.

"Halo?"

Kafka dibuat mengerutkan kening untuk yang kedua kalinya. Pasalnya ia mendengar suara hantaman benda tumpul di seberang sana. "Seza, lo baik-baik aja kan?"

"Ampun Ayah ..."

"Za?"

"Ampun Yah ... "

"Seza? Lo kenapa?" Kafka meninggikan suara. Panik.

"Wah, ada yang gak beres."

Kafka memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Ia bergegas menuju apartemen Seza. Bukan hal yang susah baginya untuk bisa pergi ke sana karena sejatinya ia pernah mengantar Seza pulang setelah pergi menonton film bersama.

Sesampainya di sana, Kafka berlarian di lobby. Menekan tombol lift secara tidak sabaran. Ia pun tiba di unit 203.

"Kafka ... " Seza terlihat lemas tatkala membukakan pintu untuknya. Penampilannya terlihat mengenaskan.

"Hei, lo kenapa?"

Kafka menyadari keberadaan seseorang. Ayah Seza memasang tampang sangar di belakang sana. Pria itu menggenggam penggaris besi di tangannya. Seketika Kafka langsung paham.

Ia bergerak mendekati pria itu. Berhadapan dengan Ayah Seza, sedangkan gadis itu menarik lengan Kafka dan memintanya untuk mundur.

"Mohon maaf Om yang paling terhormat," kata Kafka. "Seza salah apa sama Om sampai tega dipukul begini?" Kafka melirik penggaris di tangannya.

"Siapa kamu? Jangan pernah ikut campur urusan saya." Ayah Seza berkata tegas.

"Saya ikut campur karena rasa kemanusiaan, Om. Ini anak Om, masa beraninya lawan perempuan, sih?"

"Dia anak saya, suka-suka hati sayalah mau saya apain dia."

Kafka tersenyum miring. "Stres Anda, Om."

Tanpa aba-aba Kafka langsung memukulnya, hal itu spontan membuat Seza terlonjak kaget. Pertarungan sengit antara Kafka dan Ayahnya terlihat menakutkan.

Seza yang panik kebingungan mencari telepon rumah. Ia segera memberitahukan petugas keamanan di lantai bawah untuk segera naik ke unit 203. Benar saja, tidak lama petugas keamanan datang dan melerai keduanya.

Wajah Kafka terlihat memerah. Napasnya memburu serta tatapan mata yang tajam. Ada beberapa luka tinju di wajahnya, namun tak sebanyak yang di dapat Ayah Seza.

Sebelah Kos MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang