32. Redup

1.2K 56 5
                                    

Long time no see gaisss
Akhirnya aku update bab terbaru lagi setelah hampir 4 bln hiatus😭🙏

Kalian ada yg kangen nggak sama Khanza Kafka? Duh, maaf banget ya.
Gara² kelamaan update, mungkin sebagian dari kalian udah lupa sama alur cerita ini.

Saran aku, kalian mending baca ulang bab sebelumnya biar ingat, minimal bab terakhirlah.

Happy reading ya all⚘️🤍

Happy reading ya all⚘️🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

32. Redup

"Mel, apa bener kalau lambung perempuan terbuat dari lapisan baja?"

Dion tidak tau mengapa ia melontarkan pertanyaan konyol itu. Tiba-tiba saja kepikiran untuk menanyakannya. Sementara gadis yang berjalan disampingnya kini menatapnya dengan kening yang mengerut. "Kenapa lo nanya gitu?"

"Abisnya gue heran. Cewek kok kuat makan pedes. Lha gue? Perut gue langsung mules." Dion memegangi perutnya yang terasa perih. Inilah akibatnya jika dipaksa Khanza menghabiskan seblak semangkuk dengan alasan tidak boleh mubadzir.

Tawa Khanza seketika pecah. "Haha lo cemen banget sih, Dion. Asal lo tau ya makan pedes itu ibarat obat bagi segala mood cewek. Perlu ke toilet?" tawar Khanza.

"Perut gue cuma mules aja, nggak sampai kebelet BAB."

"Ya kan gue cuma nanya."

"Makasih udah perhatian."

Khanza melanjutkan perjalanannya bersama Dion menyusuri lorong rumah sakit sambil diiringi canda tawa. Sehabis makan seblak di warung depan, sedikit meredakan pilu yang menyesakkan dada.

"Romantis banget, ya?"

"Makasih." Dion tersenyum lebar.

Khanza mencubut lengannya. "Bukan lo kalik, geer!"

"Tuh," Khanza menunjuk sepasang lansia yg saling melengkapi. "Kakek sama nenek itu yg romantis."

"Menurut lo, definisi cinta yang sesungguhnya itu gimana, Mel?"

"Yang mau mengerti dunia kita, Dion."

"Kalau mereka nggak mengerti dunia kita gimana?"

"Berarti mereka belum sepenuhnya menerima kita."

Percakapan mereka terhenti di sana. Cinta adalah hal yang sensitif bagi Khanza, karena cinta merubah segala tentang hidupnya. Keheningan berlangsung cukup lama, tanpa adanya kata diantara mereka.

Khanza mendorong pintu ruangan. Mendapati Kafka sedang makan disuapi Seza. Sendu yang semula menetap di hati, kini muncul kembali.

"Makan yang banyak, Kaf. Biar lo cepet sembuh." Seza bersiap memasukkan sendok berisi bubur ke mulut Kafka.

"Rasanya nggak enak, Seza," tolak Kafka. Suaranya parau.

"Gapapa, ditahan aja. Setelah keluar dari sini gue janji kita bakal makan makanan enak."

Sebelah Kos MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang