40. Feeling

1.3K 100 49
                                    

40

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

40. Feeling

"Kafka kelihatan hancur banget, ya? Apa cuma perasaan gue aja?" tanya Haris.

"Kasihan dia. Begitulah nasib orang ganteng, banyak cobaannya," balas Sultan.

Sultan dan Haris tengah bersembunyi dibalik tembok mengamati Kafka yang melamun di balkon. Beberapa hari ini Kafka terlihat tidak bersemangat menjalani aktivitas. Berubah menjadi pria pemurung. Sultan dan Haris pergi menghampiri.

"Ngelamun mulu, pasti ngebayangin jadi tukang mi ayam." Haris menepuk bahu Kafka.

Dua teman menemani kesendirian.

"Kenapa harus mi ayam?" Sultan heran.

Haris mengelus perutnya. "Soalnya gue ngidam."

"Makan sana. Orang kaya masa nggak mampu beli mi ayam?"

"Ini bukan masalah kaya apa enggak. Masalahnya gue males kalau harus jalan ke depan komplek."

"Naik motor kan bisa." Sultan jengkel.

"Takut bonceng mbak kunti kalau keluyuran sendiri tengah malem."

"Terserah lo, Ris." Sultan tidak mau tau.

Kafka hanya diam membisu mendengarkan perdebatan tidak bermutu itu. Ia tetap tabah walau kupingnya panas.

"Kenapa lagi, Kaf?"

Kafka mengurut kening sendiri. "Gue pusing banget mikirin masalah gue."

"Masalah yang mana?" Sultan pura-pura tidak tau.

"Lo pasti taulah." Kafka pasrah.

"Gue tau, Kaf. Masalah lo sekarang lagi rumit banget." Sultan mengalungkan tangan pada pundak Kafka. "Saran gue, kalau emang masih suka ya dikejar aja."

"Dia pindah ke Bandung, itu tandanya dia udah nggak mau ketemu sama gue lagi kan?

"Gue terlalu banyak nyakitin dia. Bahkan gue nggak inget udah berapa kali bikin dia nangis," curhat Kafka.

"Sekarang mana ada sih hubungan tanpa ada permasalahan? Nggak ada, Kaf," ujar Sultan. "Lo di sini mungkin mikir kalau Khanza emang menjauh. Tapi siapa yang tau kalau ternyata ia di sana tengah menunggu?"

"Iya, Kaf. Samperin aja. Kalau dia emang takdir lo nggak bakal kemana kok." Haris mengalungkan tangan ke bahu Kafka. Seolah menyalurkan rasa percaya diri bahwa Kafka bisa membawa kembali cintanya.

"Makasih ya udah selalu support gue." Kafka terharu.

"Kaf, pertemanan tidak hanya ada saat senang saja. Tapi dalam kesedihan kita juga ada."

--SEBELAH KOS MANTAN--

"Apalagi?" Kafka berdiri ditengah pintu. Tangannya bertopang pada tembok.

Sebelah Kos MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang