27. Seribu Satu Cara Berpisah
"Ini yang lo bilang sibuk?"
Satu fakta kembali terungkap.
Khanza membalikan ponselnya. Kekecewaan Khanza bertambah berkali-kali lipat setelah melihat postingan di akun Seza yang di unggah beberapa waktu lalu. Dan ya, Seza terlihat bahagia sekali dalam foto itu.
Setelah kejadian semalam, Kafka berulang kali meneleponnya dan berujung di reject. Khanza butuh waktu untuk sendiri. Saking sedihnya, ia bahkan menyalakan mode jangan ganggu.
Enzi yang melihat Khanza merenung sepanjang hari ikut khawatir. Pasalnya Khanza dikenal sebagai anak yang periang bukan pemurung.
"Gue tau anak muda lagi pusing-pusingnya sama hidup, tapi kalau mau ngegalau ya jangan di sini napa."
"Dia selingkuh, En."
"Hah? Siapa?"
"Ya, siapa lagi?"
"Kafka maksud lo?"
"Ya, gitu deh."
"Berani banget tuh anak nyakitin sepupu gue." Enzi emosi. "Kalau gue punya pacar cantik dan berprestasi kayak lo, gak bakal gue sia-siain."
Khanza melenguh panjang lalu meletakkan kepala di atas meja. Kalau Khanza boleh memilih, ia tidak akan mau pergi keluar dan lebih memilih mendekam sepanjang hari di kamar sambil menangis, tapi masalahnya jika di rumah, ia selalu teringat tetangganya. Kafka.
Pintu toko terbuka. Seorang lelaki datang memasuki toko sambil mengomel. "Lo pulang nggak bilang-bilang."
Khanza mendongakkan kepala. "Lo nyariin gue?"
"Gue tadi ke rumah lo. Lo malah ada di sini." Dion menarik sebuah kursi untuk bergabung. Mereka bertiga duduk di meja yang sama. "Kemarin Evelyn yg bilang, kalau lo udah balik ke Jakarta."
"Btw, lo kenapa? Mata lo udah mirip panda tuh." Dion menyadari adanya perbedaan di wajah Khanza.
"Gapapa, kurang tidur aja." Khanza ngeles.
"Serius lo baik-baik aja? Maybe lo bisa ceritain ke gue masalah yang lo hadapi saat ini."
"Gue gapapa. Serius."
"Yakin?"
"Yakin." Khanza berusaha tersenyum walau terpaksa.
"Gue boleh aja bilang gapapa. Tapi hati gue?" batin Khanza.
--SEBELAH KOS MANTAN--
Kantor Majalah Shaelyn disibukkan kembali dengan kegiatan meeting bulanan perihal konsep majalah bulan depan.
"Kafka," panggil ketua tim--Sadiro menyadari Kafka tidak fokus sedari tadi. Entah apa yang anak itu sedang pikirkan sekarang.
Kafka yang memainkan sebuah bolpoin ditangannya itu pun tersadar. "Sorry, Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelah Kos Mantan
RomanceKhanza tak pernah menyangka kalau kepergiannya ke Jakarta akan membawanya kembali bertemu dengan seseorang di masa lalu. Lebih sialnya lagi, Khanza harus menerima kenyataan kalau ternyata kontrakan yang ia tempati, bersebelahan dengan kos mantannya...