Khanza tak pernah menyangka kalau kepergiannya ke Jakarta akan membawanya kembali bertemu dengan seseorang di masa lalu.
Lebih sialnya lagi, Khanza harus menerima kenyataan kalau ternyata kontrakan yang ia tempati, bersebelahan dengan kos mantannya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
41. Persimpangan
Gadis itu perlahan mulai berdamai dengan diri sendiri. Perihal luka, tidak sepedih dulu lagi.
Khanza pikir kisah percintaannya tidak akan serumit ini. Nyatanya masalah pun datang silih berganti.
Di saat ia menolak mentah-mentah segenap rasa tulus dari seorang laki-laki baik. Lelaki itu justru datang lebih awal menemuinya ketimbang cinta sejatinya, Kafka.
Menayakan kabar lalu berlanjut obrolan hangat.
"Jadi, kenapa lo pindah ke Bandung?"
Hanya ada Dion dan Khanza dalam ruang tamu itu.
"Menurut lo kenapa?" Khanza tersenyum simpul.
"Gara-gara Kafka lagi?"
Khanza mengangguk lemah. "Iya."
Sekali bertanya langsung tepat sasaran. Tidak mungkin Khanza murung jikalau bukan perkara cinta.
"Kenapa ya gue bodoh banget?" tanya Khanza. "Kenapa gue bisa sebodoh itu dalam mencintai laki-laki?"
"Karena dia dunia lo, kan?"
Khanza terdiam. Selalu ada celah untuk bisa membaca pikirannya.
"Mel, siapapun bisa gila kalau urusannya sudah tentang cinta," ujar Dion.
"Gue tau itu. Gue menyadarinya kalau gue ini emang gila...." lirih Khanza.
"Gila Kafka..."
--SEBELAH KOS MANTAN--
"Gue rasa, dia lebih cocok buat lo, Za. Pemikirannya jauh lebih dewasa."
Dion sudah pulang hampir setengah jam yang lalu. Kalandra, sempat menguping pembicaraan mereka di ruang tamu. Membuat Kalandra banyak menyimpulkan tentang seperti apa lelaki bernama Dion itu.
"Kenapa emang?" tanya Khanza.
"Selain pekerja keras, cewek lihat cowok dari apanya?" Kalandra malah balik bertanya.
"Sifatnyalah, Bang."
"Nah, sifatnya, kan? Karena nggak mungkin lo milih cowok yang suka main tangan, mabok-mabokan, kekanak-kanakan?"
"Kenapa jadi bahas gini sih, Bang?"
"Ya kan gue cuma pengen tau sudut pandang perempuan."
Kalandra sangat tidak jelas. Malam-malam malah mengajak rumpi.
