29. Hilang Tanpa Bilang

1.6K 72 3
                                    

Putar sound di atas biar makin ngena di hati😊☝️

Putar sound di atas biar makin ngena di hati😊☝️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29. Hilang Tanpa Bilang

Kafka pergi menemui Seza.

Gadis itu mengundangnya datang untuk membicarakan masalah penting tentang pekerjaan. Mau sebenci apa pun Kafka pada gadis itu, bagaimanapun Seza tetaplah rekan kerjanya.

"Ayo dong Kafka dimakan itu kuenya," suruh Seza karena Kafka hanya duduk diam seperti patung sejak awal datang.

"To the point aja langsung. Kerjaan apa yang mau kita bahas?" Kafka jengah. "Lo mau putusin masa kontrak kerja gue?"

"Makan dulu, baru kita ngobrol."

Kafka yang semula bersandar pada kepala kursi merubah posisinya menjadi condong ke depan. "Nggak usah buang-buang waktu."

Seza menahan tawa karena muka serius Kafka. "Tentang kerjaan? Itu cuma alasan." Seza menaruh cupcake yang sudah ia gigit ke dalam piring. "Gue kangen sama lo, Kafka."

"Gak waras lo. Gue udah punya cewek."

"Bentar lagi juga putus."

Mulut pedas Seza selalu berhasil menusuk dalam dadanya.

"Lo tau, Kaf? Lo itu sebenernya bodoh karena lebih milih Khanza ketimbang gue. Jelas-jelas gue gak akan pernah nyakitin lo."

"Itu kan menurut lo, bukan menurut gue," balas Kafka tak kalah menyakitkan.

Kalau ditanya Kafka muak atau tidak saat bertemu Seza, ia akan menjawab sangat-sangat muak.

Kafka bangkit dari tempat duduk. "Gue mau cabut. Ngobrol sama lo itu buang-buang waktu."

Aksinya itu terinterupsi oleh suara tepuk tangan seseorang hingga berujung diam membeku di tempat.

"Dua kali lihat dengan mata kepala sendiri. Semoga kali ini nggak ngelak lagi, ya?"

Khanza datang bersama Dion. Entah dari mana keduanya muncul. Mungkin mereka sudah berada cukup lama di tempat ini dan menyaksikan semua yang terjadi.

Seza berdiri di tempatnya. "Kenapa? Lo cemburu gue pacaran sama Kafka?" Seza merangkul mesra tangan Kafka.

"Jangan bertingkah di luar batas!" Kafka menarik paksa tangan Seza dari lengannya. Mendorongnya menjauh.

"Gue nyesel, Kaf. Pernah ngasih kesempatan buat hubungan kita berdua. Sakit hati gue." Khanza mengungkapkan rasa kecewanya.

"Selamat berpacaran, ya." Khanza tersenyum simpul dan pergi tanpa pamit.

"Za," Kafka ingin mengejarnya. Namun dicegah Dion.

"Lepasin gue. Lo gak berhak ikut campur." Kafka murka menuding wajah Dion.

"Kalau menyangkut tentang Khanza, gue ikut campur." Dion pasang badan.

Sebelah Kos MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang