8.BERTENGKAR

786 39 0
                                    

🥀

BRAKK

Pintu ruang UKS terbuka lebar, tampak Angga yang sedang menenteng sebuah kunci mobil di tangannya menatap seisi ruang UKS dengan tatapan datar.

Lelaki itu melangkah mendekati Clarisa lalu menempelkan pundak tangannya di dahi Clarisa. Panasnya sudah turun

"Ayo pulang" ucap Angga kepada Clarisa membuat gadis itu menyirit bingung.

"Hah? Apa makaud lo?" Tanya Clarisa tanpa aba-aba langsung di gendong oleh Angga dengan entengnya.

"Turunkan dia cupu!" Ucap Diego marah melihat Angga yang senaknya membawa calon pacarnya itu pergi.

"Angga! Apa-apaan ini!" Ucap Clarisa menarik kerah Angga yang tampak tenang menggendongnya menuju parkiran.

"NONA!"

Clarisa sontak menoleh menatap seorang pria tua, yakini supir pribadi Clarisa yang sedang menatapnya penuh rasa khawatir.

"Nona, baik-baik saja?" Ucap pria tua itu nyaris hampir menangis melihat Clarisa.

"Angga turunkan gue" ucapnya segera si turuti Angga.

"Saya baik-baik saja pak, ayo kita pulang. Ibu pasti khawatir" ucap Clarisa menenangkan supirnya dan segera masuk ke dalam mobil.

"Baiklah, nona" ucapnya segera masuk kedalam mobil.

"Angga, terima kasih" bisik Clarisa dibalas anggukan kecik oleh Angga.

Mobil Clarisa segera melaju menuju kediaman Flora, sesampainya di sana tampak Flora yang sedang menunggu di depan rumah dengan raut wajah khawatir. Clarisa segera keluar dari mobil dan mendapat pelukan hangat oleh Flora.

"Kenapa kamu pulang terlambat? Wajahmu pucat Clarisa! Ada apa?" Tanya Flora menggebu sambil mengecek seluruh tubuh Clarisa dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Saya hanya sedikit kelelahan, ibu tak perlu khawatir berlebihan seperti ini" jawab Clarisa singkat segera masuk kedalam rumahnya dengan langkah pelan.

"Ibu akan panggilkan dokter agar datang ke rumah sekarang, kamu istirahat saja di kamar" ujar Flora segera menelpon salah satu dokter pribadi mereka.

Clarisa menutup pintu kamarnya rapat, segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hari ini benar-benar melelahkan baginya. Sejenak matanya terpejam, Aku bermimpi...

Aku tidak bisa tahu apakah itu siang atau malam, tapi hanya ada kami berdua dilaut.

Disana aku berdiri tanpa bisa menggerakkan kakiku dan memandang ibu yg semakin menjauh.

Aku tidak bisa memanggil namanya karena suaraku tidak keluar.

Mimpi yang..

Menyedihkan dan mengerikan.

Aku paling takut untuk mengirim pergi seseorang. Jadi aku memeluk ibu sekali lagi.

"Clarisa, Clarisa..."

Clarisa membuka matanya perlahan, di lihatnya Diego yang tengah menatapnya dengan raut wajah khawatir, matanya tampak berkaca-kaca.

CLARISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang