🥀
"Gue gak menangis kok, ini cuman rintik hujan" ucap Clarisa mengusap air matanya cepat.
Angga menatap tubuh Clarisa yang tampak kedinginan. Dengan sigap ia melepaskan jaket yang ia kenakan dan memakaikannya kepada Clarisa.
"Ayo pulang" ajak Angga mengulurkan tangannya kepada Clarisa.
Clarisa terdiam, air matanya menetes secara tiba-tiba untuk yang ke sekian kalinya. "Pulang kemana?"
Angga terdiam. "Ayo pulang ke rumah lo" ajak Angga di balas gelengan oleh Clarisa.
"Itu bukan rumah" jawabnya lirih membuat Angga berjongkok untuk menatap wajah Clarisa yang terus-terusan menunduk sejak tadi.
"Kenapa bukan?" Tanya Angga dengan nada lembut, mencoba memujuk Clarisa untuk segera pulang.
Clarisa mengangkat wajahnya, menatap Angga dengan air mata yang sudah mengair di kedua pipinya. Mata dan hidungnya bahkan tampak merah karena terus menangis sejak tadi.
"Suatu saat nanti lo akan mengerti bukan tentang rumah, tapi tentang siapa yang ada didalamnya. Bukan tentang rasa teh terbaik, tapi tentang bersama siapa lo meminumnya. Bukan juga tentang semua hal yang lo lalui sambil tertawa, namun seseorang yang bisa juga menemani lo di saat diri lo menangis" ucap Clarisa dengan lirih, kembali menundukkan kepalanya.
Kini tangisan gadis itu mulai mereda. Angga segera menggengam tangan gadis itu dan menariknya masuk kedalam payung miliknya.
"Kalau begitu ayo pulang" ucap Angga. "Ayo pulang ke rumah gue, dan rasakan bagaimana hangatnya rumah"
Belum sempat Clarisa menjawab tawaran dari Angga, lelaki itu sudah duluan membawanya masuk kedalam mobil miliknya.
Angga segera menyalakan mesin mobilnya dan menatap Clarisa sekilas. Gadis itu hanya diam, tak tau ingin melakukan apa.
"Sabuk pengaman lo" ucap Angga segera memasangkan sabuk pengaman untuk Clarisa.
Pandangan keduanya bertemu sejenak. Clarisa terdiam menatap wajah Angga, memang tak setampan Diego. Tapi Angga tampak lebih hangat dari pada Diego.
"Ma—makasih" ucap Clarisa membuat Angga hanya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Angga segera menyalakan mesin mobilnya, dan dengan cepat membelah jalanan kota yang padat di tengah-tengah hujan deras.
Sepanjang jalan Clarisa hanya menatap jendela dengan raut wajah murung, Angga menatap gadis itu dengan perasaan kasihan. Ia baru pertama kali melihat sisi lain dari Clarisa seperti tadi, Clarisa yang biasanya tersenyum atau memasang wajah dingin kepadanya ternyata juga bisa manangis selayaknya manusia biasa yang punya perasaan.
"Rupanya lo juga manusia ya" ucap Angga membuat Clarisa menoleh menatapnya. Gadis itu terkekeh kecil saat mendengar perkataan Angga.
"Gue memang manusia tapi lebih tepatnya gue adalah karya terbaik dari ibu gue buat keluarga Dirgantara" ucap Clarisa membuat Angga mengangkat satu alisnya naik.
"Karya?" Tanyanya bingung.
"Iya, karya" ucap Clarisa tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARISA
Teen FictionJika kalian sudah sering melihat adu kemiskinan di sekolah kalian, kalian harus sesekali datang ke SMA CAKRAWALA. Untuk melihat pertengkaran hebat antara dua keluarga ternama di dunia ini. "Gue Clarisa Flora Dirgantara, butuh berapa banyak hingga gu...