14. KELUARGA CAKRAWALA

589 34 0
                                    

🥀

BRAKKK...

Meja ruangan di gebrak hebat oleh Angga, rahangnya mengeras dengan tangan yang terkepal erat. Lelaki itu segera mendekati Diego dan menarik kerahnya dengan perasaan menggebu marah.

"DIEGO! ANGGA! KELUAR! " bentak Clarisa membuat kedua lelaki itu terdiam membeku.

"Tidak, saya akan menahan ini. Mari kita kembali memulai rapat" ucap Angga melepaskan cengkramannya dari Diego dan segera duduk.

Clarisa menghela napsnya panjang, ini akan menjadi rapat yang melelahkan seumur hidupnya.

🥀

Clarisa menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan perasaan lega, akhirnya ia bisa terbebas dari tumpukan perkerjaan yang menggunung.

Sejenak gadis itu memejamkan matanya, percakapan di meja rapat saat itu kembali terulang di kepalanya bagai kaset rusak membuatnya merasa semakin penasaran.

"Angga Glen Cakrawala, aku penasaran apakah kami merupakan spesies yang sama" gumam Clarisa tersenyum dengan smirknya.

"Halo"

"Ah, nona Clarisa? Ada apa? Tumben nona menelfon di saat jadwal anda berada di perusahaan Divernata"

"Jeremy, tolong selidiki putra tunggal keluarga Cakrawala"

"Ah, nona memiliki keinginan yang sulit"

"Gajimu akan saya naikkan 30%"

"Dengan senang hati saya pasti akan menyelidiki putra keluarga Cakrawala hingga ke akar-akarnya, nona tenang saja!"

"Senang mendengarnya, Jeremy"

Clarisa menutup telfon itu dan segera membenamkan kepalanya kedalam bantal. Tubuhnya terasa sangat lelah, lidahnya bahkan rasanya sangat kelu karena terus beradu agrument dengan para kliennya.

Tiba-tiba suara hujan terdengar nyaring, tetesan air hujan terlihat jelas dari kamar Clarisa. Balkonnya basah, sudah pasti itu karena ulah hujan.

"Tanpa gue sadari, hari ini gue jadi lebih sering rebahan" ucap Clarisa memejamkan matanya. "Ga papa sesekali menikmati hidup, dari pada mati dengan penuh penyesalan" gumamnya segera terlelap dalam mimpi indahnya.

Flora mengintip sedikit pintu kamar putrinya itu, senyumannya mengembang. Perlahan ia melangkah mendekati Clarisa dan mengusap rambut putrinya itu dengan lembut.

"Wajah ini memang tak mirip dengan Daniel, ternyata" kekeh kecil Flora mengecup singkat dahi putrinya dan segera melangkah pergi hendak keluar dari kamar.

"Jangan menerima kembali sumber sakitnya karena rindu kenangannya. Kesempatan bisa datang berulang kali tapi sembuh sekali gak semudah kaya dapat sakit berkali-kali"

Ucapan itu membuat Flora segera berbalik menatap Clarisa yang tengah menatapnya dengan raut wajah murung.

"Jika ibu merindukan Daniel, pergilah menemuinya sesekali" ucap Clarisa menarik selimutnya tinggi-tinggi dan berbalik membelakangi Flora. "Saya tidak ingin menjadi penghalang antara kasih sayang ibu dan putranya"

CLARISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang