31.PESTA PENENTUAN

499 30 0
                                    

🥀

Sinar matahari menyinari wajah cantik seorang gadis yang terbaring lemah di atas nakas. Clarisa membuka matanya perlahan saat di rasa cahaya hangat itu mulai membuat matanya tak nyaman.

"Nona sudah bangun?" Ucap Jeremy yang tengah menuang secangkir teh di atas meja.

Tampak marco tertidur lelap di atas sofa sambil sedikit mendengkur.

"Marco tampak lelah" ucap Clarisa membuat Jeremy ikut menoleh menatapnya.

"Iya, dia tampaknya lelah menjaga di depan kamar anda" kekeh kecil Jeremy. "Anda beruntung memiliki teman yang baik, mereka bahkan memaksa untuk masuk tadi malam" ujarnya hanya di balas senyuman oleh Clarisa.

Perlahan Clarisa mencoba bangkit dari tempat tidurnya, mencoba menggerakkan otot kaki dan tangannya sambil berdiri tegak.

"Gue pengen mandi" ujar Clarisa di balas anggukan oleh Jeremy yang tampak memerah.

Saat Clarisa melangkah menuju toilet, Jeremy segera memanggil suster untuk membantu Clarisa. Namun hal itu dengan cepat di tolak oleh Clarisa.

"Gue harus membiasakan tubuh ini supaya bisa bergerak, malam ini gue gak boleh terlihat sakit" tolak Clarisa. "Biarkan gue sendiri, kalian tunggu di luar"

Suster tersebut dan Jeremy menangguk patuh, tak lama kemudian Clarisa keluar dengan wangi sabun pada tubuhnya, rambutnya yang sedikit basah membuat Jeremy dengan sigap mengambil sebuah handuk kecil.

"Kakak mau ngapain?" Tanya Clarisa membuat Jeremy tersenyum canggung.

"Apa saya boleh mengeringkan rambut nona? Sejak kecil saya ingin sekali melakukannya untuk adik saya" ucap Jeremy hanya di balas anggukan oleh Clarisa.

Saat sedang mengeringkan rambut, Jeremy terkejut saat melihat sebagian rambut kepala Clarisa yang tampak menipis. Rambut indah itu tampak rontok.

"No-nona ini—" ujar Jeremy masih syok saat melihatnya.

"Suster bisa minta pencukur rambut?" Ucap Clarisa membuat sang suster bergegas mengambil barang yang Clarisa minta.

TOK...TOK...TOK...

"Clarisa, gue beli sarapan buat lo dan karyawan lo" ucap Daniel memasuki ruangan sambil menenteng beberapa makanan dan buah-buahan di tangannya.

"Ah, Clarisa—" ucap Daniel tampak terdiam saat melihat wajah adiknya tersebut. "Rambutmu—"

Clarisa hanya tersenyum tipis menanggapinya. Tak lama sang suster datang membawa alat yang Clarisa minta. Clarisa lagi-lagi hanya tersenyum tipis sambil menatap Daniel.

"Kak, bisa bantu gue?" Ucap Clarisa kepada Daniel.

Air mata Daniel jatuh begitu saja dengan cepat ia menghapusnya dan tersenyum lebar. "Ayo sini kakak bantu" jawabnya paru.

"Kak Jeremy, bangunkanlah Marco. Kalian makanlah terlebih dahulu" ujar Clarisa di angguki patuh oleh Jeremy.

Perlahan Daniel menyalakan mesin cukur itu dan mengarahkannya ke kepala Clarisa.

"Lo yakin?" Tanya Daniel di balas anggukan oleh Clarisa.

Hati Daniel terasa teriris saat mendengar hal itu, dengan perlahan ia mencukur habis rambut indah di kepala Clarisa.

CLARISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang