22.AYAH SAKIT?

533 31 7
                                    

Clarisa terdiam sejenak, jantungnya berdetak tak karuan saat mendengar ucapan dari Angga, senyuman di wajahnya merekah dengan hati yang menghangat. lelaki ini, aku suka sisinya yang seperti ini. Mungkin jika begini terus aku bisa jatuh cinta kepadanya.

"kalau saja omongan lo yang tidak di filter itu dapat di perbaiki, mungkin saja sekarang kita sudah berpacaran" ucap Clarisa terkekeh.

"itu sulit jika lo ingin merubah setelan pabrik ini" kekeh Angga. "walaupun begitu, gue cukup puas kok asalkan lo bahagia" ujarnya pelan.

Clarisa tersenyum, mobil mereka segera berhenti tepat di depan kediaman Clarisa. Segera seorang maid bersama supir membopong Flora masuk ke dalam rumah. Clarisa segera turun di ikuti Angga, pandangan mereka bertemu.

Sesaat Clarisa mengerti maksud dari Angga. Telinga lelaki itu memerah karena malu di sertakan wajah yang sudah merah padam seperti tomat. Clarisa bisa menebak, apa yang tadi lelaki itu katakana tulus berasal dari hatinya.

"Clarisa" ucap Angga tampak enggan. "perihal ucapan gue tadi, jangan terlalu di pikirkan. Gue gak sedang menyatakan cinta kok" ujarnya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gue gak mempermasalahkan tentang hal itu kok" ucap Clarisa tersenyum ramah.

Angga meneguk ludahnya kasar saat melihat senyuman Clarisa, bibir pink ranumnya itu tampak sangat indah saat tersenyum.

"Tapi gue gak bercanda tentang perasaan gue, jadi...." Ucap Angga menggantungkan ucapannya. "Jikalau tak ada pria sempurna yang dapat berdiri di samping lo, bisakah lo jadikan gue sebagai pilihan terakhir dalam hidup lo"

Ucapan Angga membuat Clarisa membeku, gadis yang selama ini tak pernah mendambakan cinta itu malah mendapatkan cinta setulus itu, rasanya ia ingin menangis.

"Baiklah" ucap Clarisa tersenyum hangat.

"Gue pulang dulu" pamit Angga segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya menuju mansionnya.

Clarisa melambaikan tangannya, senyumannya tak luntur dari wajahnya membuat seburat pipinya memerah. Ah, Clarisa lo mikirin apa sih! Gumam gadis itu segera masuk ke dalam rumahnya.

🥀

Clarisa yang tengah mengeringkan rambutnya di meja rias seketika beranjak saat mendengar ponselnya berdering. Tatapan matanya tampak dingin saat melihat telfon itu, itu telfon dari ayah kandungnya, Claude. Clarisa berdecak kesal sambil mengangkat telfon tersebut.

"Ayah, tolong berhenti hubungi saya anda membuat ibu khawati—"

"Sayang, tenanglah dulu"

Raut wajah Clarisa berubah saat mendengar suara ayahnya.

"Clarisa, bisakah kamu datang ke LA?"

"Ayah merindukanmu, hanya kamu satu-satunya yang ayah punya. Bisakah kamu dating sebentar bertemu dengan ayah"

"Kenapa?Apa ayah sakit?" Cemas Clarisa.

"ayah tau ibu tidak akan mengijinkan hal itu bukan"

"Ayah terkena kangker otak setahun yang lalu"

"sekarang sudah stadium akhir, ayah tidak memiliki keluarga, ibumu meninggalkan ayah. Hanya kamu satu-satunya putriku. Bisakah kamu dating, Clarisa"

Clarisa menyeka air matanya yang tumpah begitu saja saat mendengarnya, hatinya rasanya tercabik-cabik. Clarisa memang menyayangi ibunya, namun jauh di dalam hatinya hanya ada Claude dalam kenangan indahnya sebagai ayah terbaik.

Clarisa mematikan telfon itu secara sepihak, napasnya memburu. Segera ia membongkar sebuah kalung di dalam lemarinya. Hanya itu satu-satunya peninggalan yang di berikan oleh ayahnya sebelum Flora merebut semuanya.

CLARISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang