Pria tua itu menganggukkan kepalanya paham dan tak lagi bertanya, sesampainya di Flo sebuah karpet merah langsung di bentang di bawah kaki Clarisa, sudah menjadi adab di keluarga Flo jika calon penerus harus selalu berjalan di karpet merah saat memasuki .
"Selamat datang kembali, nona" ucap para maid berbaris di pinggir red carpet sambil membungkuk hormat, sudah jelas sekali perbedaan kelas antara keluarga Dirgantara dan keluarga Flo.
"tunjukkan saya jalan" ucap Clarisa segera di pandu oleh seorang ajudan menuju ruangan pengobatan Claude.
TOK...TOK....TOK...
"Ayah, saya datang" ucap Clarisa segera masuk ke dalam ruangan, menatap tubuh seorang pria paruh baya yang tampak tertidur tenang dengan beragam macam alat bantu yang menopang hidupnya.
"Ayah, putri kecil ayah pulang"
Claude membuka matanya perlahan, air matanya jatuh seketika saat melihat Clarisa. Putri kecilnya yang manis tampak sudah besar. "Cla—Clarisa" ucapnya lirih.
"Risa sudah datang" senyuman Clarisa mengembang, ia segera duduk di sebelah Claude sambil menggengam erat tangan ayahnya.
"Apakah ayah akan baik-baik saja?" Tanya Clarisa hanya di jawab senyuman hangat oleh Claude, Clarisa dapat menebak jawaban ayahnya saat ini.
"Bagaimana kabarmu di sana? Semua baik-baik saja bukan?" Tanya Claude.
"iya semuanya baik-baik saja, teman-teman saya juga sangat baik dan perhatian" jawab Clarisa menggebu-gebu.
"wah..wah.... tunggu, 'Teman?' emangnya kamu punya?" Tanya Claude tampak bengong.
Clarisa mengepalkan tangannya kesal "punya dong, sekarang saya tidak sebatang kara kayak ayah!" jawab lantang Clarisa. "kalau nanti saya jatuh sakit dan mati, akan ada yang datang ke pemakaman saya tidak seperti ayah" ucap Clarisa mempu membuat Claude tertohok.
"Bagaimana dengan kakek?" Tanya Clarisa merunjuk ayah Claude. "Bagaimana kabarnya setelah mengusir saya dan ibu?"
Claude mengusap rambut putrinya lembut. "seperti kata pepatah, jika ada benang yang kusut itu harus segera di potong" ujarnya tersenyum hangat. "Beberapa hari yang lalu ayah sudah mengirimnya sebuah hadiah"
"lalu bagaimana hasilnya?" Tanya Clarisa tersenyum tipis, ia mengerti maksud perkataan ayahnya itu.
"Ayah cukup puas" ucapnya tersenyum bangga. "belakangan ini dia terlihat bosan, berkat hadiah ayah tampaknya kakekmu mulai kembali menemukan tujuan hidup"
"Ah, jadi ayah tidak membunuhnya?" ucap Clarisa merasa kecewa.
"Sayangnya tidak, namun kabar baiknya dia bunuh diri karena frustasi" ucap Claude mengacungkan jempolnya membuat Clarisa terkekeh.
"Karna itu, bersiaplah untuk kembali ke rumah kita Clarisa" ucap Claude lirih.
"dan meninggalkan ibu?" Tanya Clarisa membuat Claude terdiam.
"Ah, apa ibumu sudah menyayangimu?"
Clarisa tertawa lepas seketika. "Pertanyaan konyol seperti apa itu ayah"
"Tentu saja saya tidak tau" lanjut Clarisa membuat raut wajah Claude berubah datar.
"Jika berkata tentang Flora ayah jadi teringat kata-kata ini..." ucap Claude. "Dari pada hidup seperti ini aku akan memotong ikatan yang kacau..."
"dan memperputus hubungan keluarga sekaligus" Lanjut Clarisa membuat Claude berhenti bicara, pria itu tertawa mendengar putrinya mengatakan hal itu dari mulutnya sendiri.
"Apa ayah masih mencintai ibu?"
Claude terdiam sejenak, senyuman memilukan tercetak jelas di wajahnya. "iya, awal dan akhir ayah pada akhirnya hanyalah ibumu" pria itu menunduk sambil meremas selimutnya kasar. "Sejak awal ayahlah yang salah" lanjutnya bergumam pelan.
"Clarisa, sebenarnya ada satu hal yang belum ayah ceritakan kepadamu" ucap Claude tiba-tiba membuat Clarisa menoleh.
"Sebenarnya...."
🥀
"Nona, pemakaman tuan besar sudah kita laksanakan. Jadi kapan anda akan mengambil alih keluarga ini, sekarang kami semua bergantung kepada anda nona" ucap seorang pria bersetelan jas hitam rapi tampak berdiri di depan meja kerja Clarisa.
"Malam ini, siapkan pesta privat di aula mansion. Undang semua pengusaha terkemuka di dunia" ucap Clarisa yang tengah memeriksa beberapa dokumen menggunakan dress hitam miliknya, perintah itu segera di angguki oleh pria tersebut.
"Oh iya, karena saya harus menjaga wajah saya dari seseorang yang mungkin saja akan mengincar keluarga Flo, tolong lakukan dengan tema pesta topeng" ujar Clarisa di angguki oleh pria itu.
"Panggil Marco dan Jeremy" ujar Clarisa kepada salah seorang ajudan yang berdiri tegap sejak tadi di samping Clarisa. Ajudan itu segera memanggil Marco dan Jeremy untuk masuk kedalam ruangan.
"Anda memanggil kami nona?" ujar Jeremy membenarkan letak kacamatanya sambil membungkuk hormat.
"Jeremy, kamu saya angkat menjadi sekretaris saya mulai sekarang dan Marco akan memimpin sebagai ketua keamanan saya" ucap Clarisa membuat kedua pria itu tampak pucat.
"Maaf nona, saya selama ini hanya berkerja di perusahaan cabang Flo di Indonesia. Mana berani saya menjadi sekretasi anda yang terhormat" ucap Jeremy segera membungkuk.
"Kamu meragukan pilihan saya Jeremy?" tanya Clarisa dengan wajah tanpa ekspresi miliknya. "Saya tidak memilih orang yang tidak berbakat berdiri di samping saya, kamu sudah tahu perihal itu"
Jeremy terdiam, umurnya baru 23 tahun wajar jika ia masih ragu saat mendapatkan jabatan tinggi. Namun Clarisa tahu Jeremy adalah seorang perfeksionis yang sangat jenius. Hal itu tercetak jelas dalam biodatanya saat menyelidiki tentang Jeremy.
"Saya tau anda adalah anak dari keluarga Walton, anda kabur dari keluarga Walton karena menghindari garis suksesi, anda punya 12 satudara dari ibu yang berbeda, anda merupakan siswa akselerasi dan merupakan mahasiswa dengan nilai terbaik, orang-orang memanggil anda jenius sejak lahir, apakah ucapan saya salah?" ucap Clarisa membuat Jeremy bertekuk lutut di bawah kaki Clarisa.
"Tidak nona" ucapnya tampak pasrah.
"Saya akan memberimu nama baru jika kamu berkerja dengan saya" ucap Clarisa. "bukankah kamu butuh perlindungan agar keluargamu tidak dapat mengganggumu?"
Jeremy meneguk ludahnya kasar, itu adalah sebuah kesepakatan yang menggiurkan. Baginya garis suksesi keluarga itu adalah suatu hal yang mencekik, adab sopan santun yang harus di pelajari, pembelajaran garis suksesi, dan beragam hal yang perlu di perhatikan di dalamnya. Namun ia tidak bisa melepaskan nama keluarganya begitu saja, dalam keluarga Walton yang sudah memiliki genereasi yang sangat panjang, mereka tidak di perbolehkan keluar dari Walton kecuali mereka menikah bagi perempuan, sedangkan bagi anak laki-laki tidak boleh memutuskan nama keluarga kecuali mereka bergabung dengan keluarga lain yang sederajat.
Jeremy meneguk ludahnya kasar. "Emangnya ada cara bagi seorang Walton untuk keluar dari keluarganya?" Tanya Jeremy dengan nada lirih penuh keputus asaan. "tidak mungkin keluarga yang sederajat dengan Walton ingin mengangkat saya sebagai anak, tak sedikit keluarga yang sederajat dengannya"
Clarisa menyiungkan senyumannya. "Apa keluarga Flo tak cukup sederajat?" ucap Clarisa membuat seluruh mata tertuju kepada Clarisa.
"Non—nona akan menikah?" ucap ajudan Clarisa membuat Clarisa merotasikan bola matanya jengah.
"Tidak, Jeremy William Walton bergabunglah dengan keluarga Flo sebagai Jeremy De Flo" ucap Clarisa mengulurkan tangannya kepada William. "jadilah kakak angkatku"
Jeremy mengepalkan tangannya erat. "Me—mengapa saya?"
"karena kamu berbeda dari kakak lelakiku" ucap Clarisa membelai rambut Blonde milik Jeremy, texture dan ketebalannya sangat berbeda dengan rambut hitam milik Daniel. "saya juga ingin merasakan kasih sayang dari seorang kakak" ucap Clarisa.
"Kamu akan menerimanya bukan, kakak?"
🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARISA
Teen FictionJika kalian sudah sering melihat adu kemiskinan di sekolah kalian, kalian harus sesekali datang ke SMA CAKRAWALA. Untuk melihat pertengkaran hebat antara dua keluarga ternama di dunia ini. "Gue Clarisa Flora Dirgantara, butuh berapa banyak hingga gu...