41

1.5K 130 14
                                    

♡♡

"Dek?"

Renjun mendongak, melihat siapa yang baru saja memanggilnya.

"Wahh Jaemin, kayaknya gue udah beneran mabok deh. Masa gue sekarang bisa liat si Haechan sih anjir?"

"Dek, ini beneran mas."

"Wahhhh parah banget, gue udah beneran mabok inimah."

Haechan perlahan memegang tangan Renjun yang mana membuat Renjun hampir saja teriak.

"Anjirrr parah masa tangan gue dipegang sama orang yang mukanya mirip Haechan."

Yangyang juga Jaemin hanya bisa menggeleng melihat kelakuan gila temannya itu.

"Ini gimana cara nyadarin nya Jaem?" Tanya Haechan

Jaemin segera memberi perintah isyarat pada Yangyang untuk menyadarkan temannya itu.

Tanpa diduga, Yangyang langsung saja menggeplak kepala belakang Renjun.

Haechan kaget tentu saja, tapi Jaemin berkata memang seperti inilah cara menyadarkan Renjun dari maboknya.

Renjun yang awalnya masih mengoceh tiba-tiba menjadi diam ketika kepalanya di geplak oleh Yangyang.

"Ini beneran gapapa Jaem?" Haechan nampak khawatir melihat Renjun yang kini tengah menunduk.

Jaemin mengangguk.

"Santai kak, bentar lagi waras kok dianya." Ucap Yangyang santai

Benar saja, tak sampai lima menit Renjun kembali mengangkat kepalanya.

"Loh mas sejak kapan disini?" Haechan tersenyum, ia memberikan segelas air mineral untuk Renjun.

"Minum dulu dek, gak seret apa tenggorokan mu dari tadi ngoceh?"

Yangyang dan Jaemin saling memandang dan akhirnya pamit keluar sebentar untuk memberi waktu pada Renjun dan Haechan.

"Dek, kamu kenapa tiba-tiba berangkat gitu. Kamu tau mas panik banget waktu tau dari Jeno."

"Mas tau darimana aku di Paris?" Ia masih enggan untuk menatap wajah tunangannya ini, ia lebih memilih menatap tangan besar Haechan yang kini membungkus tangan mungilnya.

"Aku dikasih tau Chenle. Dek, kamu ingat kan mas pernah bilang ke kamu kalo ada yang ganggu pikiranmu langsung bilang aja ke mas."

"Gimana mau bilang orang kamu aja gak jujur sama aku."

"Gak jujur gimana maksud kamu?"

"Karin itu siapa?" Tanya Renjun yang kini tengah mengangkat wajahnya untuk melihat wajah tunangannya itu.

Haechan tersenyum, dengan cepat ia ambil ponsel miliknya.

Tak berapa lama suara seorang wanita keluar dari ponselnya.

"Lo udah nyampe? Gimana udah dilurusin kan?"

"Nih tolong jelasin sama anaknya sendiri."

Haechan membalikkan ponselnya menghadap pada Renjun, membuat Renjun dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang ia temui bersama Haechan waktu itu.

"Haloo, kamu Renjun kan? Kenalin aku Karina, aku minta maaf banget buat kamu dan Haechan kayak gini. Kamu kalo mau marah tolong jangan ke aku tapi ke Haechan nya aja yaa, soalnya ini semua emang salah dia. Ohh iya aku ini sepupunya dia bukan selingkuhannya hehehe, males banget kalo mau jadi selingkuhan dia Ren. Eh btw cincin nya yang kemarin kamu liat itu bukan buat aku Ren, itu buat bunda. Kalo buat kam,-"

Dengan segera Haechan matikan sambungan telfon nya.

"Udah jelas sekarang?"

"Itu kenapa dimatikan, aku belum ngomong sama Karin."

Haechan menggeleng, "nanti aja, sekarang mas tanya sama kamu udah jelas belum apa masih mau mas jelasin lagi?"

"Kamu berarti waktu itu emang bener-bener kerja tapi sebelumnya jalan sama Karin? Apa gimana?"

"Setelah aku anter kamu pulang, iya emang aku jalan sama Karin karna aku yang emang minta tolong sama dia buat bantuin aku. Tapi habis itu aku beneran pulang trus ngurusin berkas-berkas sampai jam 2 pagi dek."

"Kamu minta bantuin apa? Kenapa gak minta bantuan aku aja? Emangnya aku gabisa bantu kamu?"

Haechan tersenyum gemas, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jaket kulitnya.

Sebuah kotak gelang berwarna rose gold.

"Aku minta bantuan dia milihin ini."

Haechan bangkit berdiri dari kursinya, dan berjalan kearah samping kanan Renjun.

Betapa terkejutnya Renjun ketika ia melihat Haechan berlutut di hadapannya.

"Dek, mas tau ini mungkin kecepatan buat kamu, mas minta maaf kalo sikap mas sekarang buat kamu gak nyaman. Mas gabisa janjiin apa-apa buat kamu, tapi mas akan berusaha dan akan mas buktiin untuk selalu menjadi salah satu kebahagiaan mu. Dek, menua bahagia bersama mas, mau ya?"

Air matanya kini kembali turun, tapi bukan air mata seperti malam kemarin. Ini adalah air mata kebahagiaan.

Renjun menganggukkan kepalanya dengan air mata yang masih mengalir.

"Aku mau mas." Jawabnya dengan napas yang masih tersengal.

Senyum kebahagiaan tak lagi bisa ditahan oleh Haechan.

Dengan segera ia pasangan gelang itu ditangan kanan Renjun.

"Liat gelang kamu sama punyaku couple hehe. Sengaja mas gak beliin cincin, karna kamu udah make cincin tunangan." Ucapnya dengan gembira.

"Kalo nambah cincin lagi ntar kamu kayak mbah dukun yang cincinnya di pake di sepuluh jarinya hehehe. Nanti kalo udah nikah cincin yang kamu pake cukup satu aja, cincin tunangannya disimpan aja buat kita kenang okeee sayangku?"

Renjun dengan segera menghambur kepelukan Haechan, ia masih menangis btw.

"Udah dong nangisnya, kamu gak capek emangnya."

Haechan elus lembut surai legam milik Renjun dengan penuh kasih sayang.

"Udah sayang, ini kamu nangis bahagia apa nangis tersiksa sih. Jadi takut aku."

Renjun pukul punggung Haechan yang mana membuat Haechan kembali tertawa.

"I love u mas."

Haechan usap air mata yang turun di pipi gembul kesayangannya. Sembari tersenyum ia berucap.

"I still love u, always and forever."

🪐END🪐

Should I? [ʜʏᴜᴄᴋʀᴇɴ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang