(34)- Arthan Dan Rumahnya

4.6K 342 19
                                    

HAPPY READING GUYS

Apa yang kalian pikirkan tentang rumah? Mungkin suatu tempatmu untuk pulang dan berlindung, tapi kenapa Arthan tidak pernah merasakan kata rumah yang dimaksud oleh orang-orang?

“Diam kamu!! Jadi istri saja kamu tidak becus, apalagi jadi ibu yang baik buat Arthan,” sinis pria paruh baya kepada sang istri yang menatapnya nyalang.

“Kamu yang nggak becus jadi suami!! Kamu nggak pernah jadi ayah yang baik buat Arthan." balasnya tak mau kalah. Intonasi mereka sudah tinggi dan terdengar sampai ruang keluarga.
Arthan di sana, hanya mendengarkan dalam diam.

Dia tidak bersuara, hanya diam untuk mendengarkan pertengkaran mereka setiap hari. Apakah muak!? Jika Arthan ingin, dia akan berteriak kepada kedua orang tuanya jika dia lelah mendengar mereka bertengkar bertahun-tahun.

“Kalo lama-lama kayak gini, aku nggak betah!”

“KAMU PIKIR AKU JUGA BETAH!? NGGAK!!”

Tak lama, suara pecahan vas bunga terdengar nyaring. Mereka seolah lupa akan kehadiran sang anak yang menjadi saksi atas semuanya. Mereka lupa bagaimana keadaan mental sang anak yang kuatnya bisa bertahan bertahun-tahun.

“Mama sama Papa kapan selesainya?”
Suami istri itu serempak menoleh, di sana Arthan menatap mereka tanpa ekspresi. Tidak ada guratan emosi pada mimik wajahnya.

“Arthan kapan pulang? Sini duduk, kamu pasti belum makan siang,” ujarnya mengalihkan pembicaraan.
Pemuda itu menggelengkan kepalanya.

“Arthan mau ke kamar.” Setelah mengatakan kalimat itu, Arthan langsung menjauh dari sana dan masuk ke dalam kamar. 

Sang Ibu hanya menatap miris sang anak, apakah dia baik-baik saja selama ini?

🍂🍂🍂🍂🍂

Suara hening begitu langsung menyapa saat berada di dalam kamar penuh dengan kegelapan. Tidak ada suara yang membuat ruangan itu terasa hidup, karena nyatanya tidak akan pernah ada kehidupannya.
Rasa lelah selalu Arthan rasakan saat menginjakkan kakinya di sini.

Dia lelah melihat keadaan rumah yang tidak pernah tenang, bahkan dia sampai ketakutan saking traumanya mendengar suara gaduh. Apa yang bisa Arthan lakukan? Tentu hanya menyembuhkan lukanya sendiri.

Hal ini membawanya pada masa itu, masa dimana dirinya hancur-sehancurnya. Kejadian itu masih menghantui Arthan, dia tidak akan pernah melupakan luka itu. Luka yang masih menganga lebar hingga saat ini, dan tidak pernah terobati.

🍂🍂🍂🍂🍂

“Papa, kenapa Mama pergi?” anak kecil itu menatap sang Papa dengan perasaan hancur. Anak itu tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan keluarganya, dia hanya bisa menyaksikan tanpa bisa tahu keadaan itu.

Menyaksikan sang Mama pergi begitu saja, padahal hujan deras. Kenapa Mamanya malah pergi? Dengan polosnya dia duduk di depan pintu, menunggu kepulangan sang Mama, padahal saat itu sedang hujan dan anak itu sedang kedinginan, tapi dia tak peduli dan tetap menunggu kepulangan sang Mama.

Papa? Pria itu pergi dari sana, mencoba menenangkan pikirannya tanpa memikirkan keadaan sang anak yang juga sama terlukanya.

Ana Or AnaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang