Suara riuh bercampur padu dengan gemerlapnya malam. Orang-orang menari, menggoyangkan tubuh mereka secara asal-asalan. Musik kencang dengan irama keras memasuki indra pendengaran. Kepala Kara terasa agak pusing dan sedikit mual, dirinya sangat jarang berada di tempat seperti ini. Bagaimana pun, Kara memang tidak menyukai dunia kelab malam. Semua ini dilakukannya semata-mata hanya untuk dekat dan berinteraksi dengan tim filmnya.
Tiba-tiba sebuah jus jeruk disodorkan ke arahnya, Kara mengangkat wajah lesunya dan memperhatikan sang pemilik rambut pirang sebahu tengah tersenyum tipis. "Nih, minum."
Kebetulan saat ini, Kara sangat lemas dan membutuhkan seteguk minuman sekadar untuk kembali menyegarkan tubuhnya. Jadilah perempuan itu dengan santainya segera meraih dan menerima sodoran gelas jus tersebut. Tidak lupa, Kara menyunggingkan senyum tipis manisnya. "Thanks, Kak."
Jehan tidak mengucapkan sepatah kata apa pun lagi dan hanya mengangguk pelan.
Tiga bulan mereka saling beradu peran, tiga bulan mereka saling terikat dalam kemistri, tiga bulan mereka menjalani rangkaian interaksi tidak ubahnya membuat Jehan begitu memahami hal-hal yang disukai Kara pun hal-hal yang enggan diinginkannya.
Kara tidak menyukai minuman keras dan lebih memilih meneguk segelas jus atau pun soda.
Setelah menerima jus jeruk tersebut, Kara langsung menenggaknya dengan cepat. Bersamaan dengan Jehan yang kemudian mendapat panggilan dari rekan setimnya yang lain.
"Saya ke sana dulu, ya," tukas Jehan dengan suara yang terdengar agak serak. Netranya kembali beralih ke arah Kara dan memberi imbuhan, "kalo kamu butuh apa-apa, don't hesitate to call me, okay?"
Kara memberikan anggukan tipis sebab sedang asyik menikmati jus jeruk yang tidak terlalu manis tersebut, benar-benar menyegarkan kerongkongannya yang terasa kering. Kemudian Kara menunggu waktu yang tepat untuk berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya, dirinya memilih untuk melakukan scrolling sosial media karena kelab malam bukanlah sebuah tempat yang membuatnya merasa nyaman. Tiba-tiba saja, Kara merasa kepalanya terasa sangat berat hingga ponselnya terlepas dari genggamannya.
Ketika ingin mengambilnya, tiba-tiba sudah ada sebuah tangan besar yang membantu mengambilkannya. Saat Kara mengangkat wajahnya yang baru saja tertunduk, tampaknya wajah yang begitu familier itu. Entah kenapa, bibir Kara otomatis langsung membentuk senyuman.
"Kak Jehan," lirih Kara.
"Kamu kenapa?" tanya Jehan dengan nada yang terdengar begitu khawatir. "Wajahmu pucet banget, udah mendingan kamu pulang sekarang."
Kara mengangguk. "Iya, ini aku mau pamit dulu ke Kak Bryan."
Bryan yang memperhatikan Kara dan Jehan tengah asyik berinteraksi, kemudian berjalan mendekat. Netra Bryan membelalak tatkala menyadari wajah cantik Kara tampak pucat. "Kar? Lo gak apa?"
"Aku kayanya nggak enak badan, Kak," pungkas Kara. "Aku mau pulang sekarang."
"Mau naik transport kantor nggak?" tawar Bryan tetapi Jehan lantas melayangkan bombastic side eye-nya.
"Nggak usah, Kara biar gue aja yang anterin," tolak Jehan lugas dan mantap. Kara sedikit tersentak mendengar penuturan Jehan tetapi bibirnya tidak ada kemampuan untuk menolak, terlebih rasa pusing di kepalanya semakin menyiksa seolah tidak mengenal kata berhenti.
"Ya udah, hati-hati ya, kalian. Kara, lo jangan lupa istirahat," jawab Bryan mengalah dan membiarkan Kara dan Jehan untuk pulang duluan. Kedua manusia itu membelah lautan manusia yang begitu ramai, sesak, dan memenuhi kelab malam tersebut.
Sesampainya di mobil milik Jehan, rasa pusing di kepala Kara semakin menguat hingga membuatnya sampai tidak tahan lagi dan langsung tidak sadarkan diri tepat di samping Jehan. Jehan berpura-pura terkejut dan mencoba memanggil wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Bad Popular Actor (18+)
Любовные романы🔞WARNING🔞 "Lo siap nggak main film dewasa sama dia?" "Apa lo bilang? Film dewasa?!" *** Kara Tamara sangat ambisius ingin menjadi top aktris tapi alih-alih terwujud, rasa trauma lantas tercipta. Kara ditawari manajernya beradu peran di film roman...