Ketika sesuatu sudah didapatkan, maka tidak akan menarik lagi. Ketika belum didapatkan, maka manusia akan mengejar setengah mati. Manusia adalah makluk petulang yang memiliki rasa ingin tahu tinggi, sehingga ketika sudah menginginkan sesuatu pastilah manusia akan mengejarnya.
Padahal, harusnya manusia sadar, ada risiko ketika mengingkan sesuatu. Ada pengorbanan yang harus dilakukan.
Sama seperti yang tengah dilakukan pria tampan dengan rambut pirang panjang yang menjuntai melewati lehernya itu. Dia tengah duduk termenung di balik gemerlap cahaya. Aktivitas di kelab malam menjadi tempat yang paling membuatnya merasa tenang dan aman.
Dengan suara music yang keras, terkadang mampu mengutarakan isi perasaannya yang penuh kekalutan dan tidak dapat disampaikan. Pun dengan perempuan-perempuan cantik yang tidak bosannya menggodanya.
Biasanya itu semua menjadi momen-momen yang paling dinantikannya, apalagi ketika habis lelah bekerja. Namun, apa gerangan, kali ini rasanya tampak berbeda.
"Hah ...." Jehan mendesah lelah lalu mengangkat segelas wine merah dalam genggamannya. Perasaannya campur aduk.
Entah kenapa kali ini rasanya berada di kelab malam begitu hampa, tidak ada menarik-menariknya. Pikirannya benar-benar sudah jatuh pada seorang perempuan cantik pemilik bibir titpis tersebut. Kulit putih dan mata besarnya tidak bisa terelakkan.
Pikiran Jehan lalu terjatuh pada aktivitas di mana mereka saling bercumbu dengan begitu panas. Aktiivtas pertukaran liur yang begitu menyenangkan. Aneh, memang. Sebagai seorang good kisser yang sudah terbiasa melakukan dengan berbagai perempuan, rasanya hanya bersama Kara-lah, Jehan mendapatkan sensasi berbeda.
Tanpa sadar, pria itu menjilati bow's shaped lips-nya, ini gara-gara membayangkan Kara. Perempuan itu berhasil melumpuhkan seorang Jeremy Handoko dan membuatnya mabuk kepayang.
Kara, jauh lebih manis dari wine merah yang tengah dinikmati Jehan saat ini.
"Bro."
Panggilan itu membuat Jehan sedikit tersentak halus, netra tajamnya menyipit berusaha mencari-cari asal suara panggilan barusan. Padahal, dia baru saja meninggalkan seorang perempuan yang tengah dipesannya untuk bersenang-senang. Lantas, sekarang apa?
Mungkinkan manajer dari perempuan panggilan tersebut tidak terima dan mengajaknya bergulat?
Namun, pikiran itu terenyahkan tatkala netra Jehan sudah berhenti pada satu titik. Seorang pria yang memakai kaus bergaris dengan celana selutut. Pakaian yang cukup kasual untuk menghampiri kelab malam bergengsi ini.
"Tumbenan lo ke sini, Bro." Jehan bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Bryan. Bibir Jehan menarik senyum tipis dan tangannya terangkat untuk mengajak Bryan bersalaman. Namun, Bryan tidak menerima jabatan tangan tersebut.
Wajah Bryan sangat datar dan tatapannya begitu lurus. Barulah, Jehan menyadari ada yang tidak beres. Kata 'tumben' yang barusan disebut Jehan bukan tanpa arti. Memang Bryan sangat jarang mendatangi kelab malam kalau tidak sedang ada kejadian-kejadian tertentu buatnya, misalnya sedang galau dan ingin menenangkan diri maka Bryan baru akan datang kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Bad Popular Actor (18+)
Romance🔞WARNING🔞 "Lo siap nggak main film dewasa sama dia?" "Apa lo bilang? Film dewasa?!" *** Kara Tamara sangat ambisius ingin menjadi top aktris tapi alih-alih terwujud, rasa trauma lantas tercipta. Kara ditawari manajernya beradu peran di film roman...