Sahabat?

3.7K 32 0
                                    

Mama Kara menutup bibirnya rapat-rapat, kepalanya terasa berdenyut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mama Kara menutup bibirnya rapat-rapat, kepalanya terasa berdenyut. Keringat dingin terjun melewati pipinya. Perempuan itu kehilangan seluruh kata-kata.

"Halo, Tan?" Suara Dika kembali terdengar, antara memanggil dan menegur. Tidak tahu mana yang lebih jelas. "Tante ..."

Detik itu juga, mama Kara refleks meneguk saliva susah payah. Seluruh kesadarannya tadi seakan terempas dan kini dia telah dikembalikan ke dunia nyata. "I ... iya, Nak Dika?"

"Itu tadi tante denger kan yang saya bilang? Saya mau ngomong sama Kara, ini soal hal penting."

Kepala mama Kara sekarang benar-benar terasa berputar. Seorang ibu akan selalu memikirkan kondisi anaknya, begitulah rasa cinta kasih seorang ibu yang tak ternilai oleh apa pun. Tidak heran, seorang ibu bisa dianggap selayaknya malaikat bagi anak-anaknya.

Kasih yang tak ternilai itu, takkan terbalas oleh apa pun.

Sebenarnya ... seberapa buruk hal yang menimpa Kara malam itu hingga dirinya menjadi seperti ini?

Seorang Dika yang selama ini sudah menjadi tempat untuk berbagi cerita, seorang lelaki yang bisa dibilang paling dipercayai Kara bahkan setelah ayahnya di dunia ini ... bahkan bisa menjadi seseorang yang juga diabaikan Kara.

Entah kejadian apa yang telah menimpa putri semata wayangnya itu, tetapi jelas ini adalah hal serius.

"Iya, Nak Dika. Tante ngerti. Biar tante coba ngomong sama Karanya dulu, ya," ungkap mama Kara lalu mematikan sambungan telepon teesebut.

Dengan perasaan yang sudah dipenuhi kegundahan, mama Kara bergegas menuju kamar putrinya. Lagi dan lagi, tangannya mengetuk pintu kamar tersebut. Dan seperti biasa, Kara sama sekali tidak berkutik dari posisinya yang masih terduduk santai di pinggir ranjang.

"Kar ... ini mama, tolong buka pintunya." Mama menghela napas sebelum kembali mengimbuhkan perkataannya, "ini soal Dika. Dia bilang ada hal penting yang mau diomongin ke kamu."

Kara sedikit mengangkat kepala, tadinya perempuan itu tidak mau menjawab apa pun tapi mendengar nama Dika disebut dengan jelas lantas membuat perasaannya kian berkecamuk. Campur aduk, kalau kata orang.

Di sisi lain, jelas Kara dipenuhi dengan harapan kalau Dika akan bersedia menolongnya dari pelecehan yang sempat dialami sebagai seorang sahabat yang baik. Namun, di sisi lain, Kara juga takut. Apa karirnya yang baru saja diperkirakan akan menanjak ini, lantas terjerembab jatuh lagi ke tanah? Tidak menemui titik kejayaannya sama sekali.

"Aku ... aku lagi nggak mood, Ma. Bilang aja sama Dika kalo aku lagi sakit." Begitulah satu kalimat singkat Kara yang membuat sang mama lantas menggeleng.

"Ini tentang pekerjaan, Kara. Mama mohon, apa pun yang udah terjadi ke kamu, kamu jangan lari dari tanggung jawab. Mama nggak pernah ngajarin Kara untuk lari kayak seorang pengecut. Kamu harus berani dan berdiri dari keterpurukanmu." Nasihat mama menembus melewati pintu kamar Kara hingga langsung sampai ke kepala Kara.

He is Bad Popular Actor (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang