Pertemuan Antarmanajer

1.5K 13 1
                                    

Setelah mengatakan hal barusan yang benar-benar membuat Kara terjatuh dalam kebingungan, Dika pun meminta maaf karena telah mengganggu malamnya. Dika melangkah keluar dengan cepat, tapi sebelum pergi sempat memberikan tatapan sinis pada Awan yang menunggu di luar kamar.

Awan balas menatapnya sedikit curiga, lalu mendekati Kara dengan penuh pertanyaan.

"Tadi kamu ngomongin apa sih sama dia? Kayaknya serius banget," tanya Awan, suaranya terdengar khawatir.

Kara mencoba tersenyum, tetapi tidak bisa menyembunyikan rasa bingung yang menguasai hati. "Oh, nggak ada yang penting, Boo. Hanya soal kerjaan aja, kok."

Awan mengernyit, tidak puas dengan jawaban Kara. "Kerjaan apa? Kan udah masuk masa meet & greet, masa setegang itu sih?"

Kara menghindar dari tatapan Awan, merasa semakin bingung. Bagaimana mungkin dia bisa memberitahu Awan bahwa Dika menyuruhnya untuk menikah dengan Jehan? Itu sangat tidak mungkin, apalagi Awan adalah kekasihnya. Kekasih yang paling posesif sepanjang masa, pula.

"Udahlah, Boo. Aku cape. Kita ngobrol besok lagi aja, ya?" Kara mencoba mengalihkan pembicaraan dengan harapan Awan akan mengerti.

Awan menatap Kara dengan penuh harapan, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalo itu yang kamu mau. Tapi inget, Sayang, aku bakal selalu ada untukmu."

Kara hanya tersenyum lemah. "Terima kasih, Boo."

Awan sebenarnya berniat untuk melanjutkan 'aktivitas malam'-nya bersama Kara, tetapi tampaknya Kara secara halus mengusirnya. Dia merasa bahwa malam ini bukan waktu yang tepat. Dengan berat hati, Awan pun memilih pergi, meninggalkan Kara sendirian di kamar hotel.

Kara sangat pusing, semalaman tidak bisa tidur dan tubuhnya meringkuk ke sana-ke mari. Kepalanya memikirkan banyak hal. Dia tahu sekali bahwa Jehan juga tidak mungkin menyukainya, jadi pernikahan itu pastinya tidak mungkin. Namun, entah kenapa Kara terus-menerus merasa resah. Hatinya berkecamuk dengan berbagai perasaan yang sulit dijelaskan.

***

Keesokan harinya, Kara bangun dengan perasaan yang campur aduk. Pikirannya masih berputar tentang apa yang Dika katakan tadi malam. Namun, jadwalnya yang padat tidak memberinya banyak waktu untuk merenung lebih lama. Hari ini adalah hari meet & greet lagi bersama Jehan, dan kali ini Awan sudah siap mengantarnya sesuai janji mereka semalam.

Ketika Awan tiba di depan kamar hotel, Kara melihat senyum hangatnya menyapa. "Ayo, Sayang. Pangeran kamu udah dateng, nih!" goda Awan, sambil membantu membawa beberapa barang yang diperlukan untuk acara tersebut.

"Terima kasih, Boo," kata Kara datar, mencoba menghindari tatapan langsung.

Di dalam mobil, Awan berusaha mengajak Kara berbicara. "Kamu seneng? Sekarang fans kamu banyak banget, Sayang. Aku bangga sama kamu."

Kara mengangguk, meski pikirannya melayang. "Makasih."

"Kamu gapapa, Ay? Kok kayanya tegang?" tanya Awan khawatir.

"Aku lagi cape aja, Boo. Jadwalku sangat padat," jawab Kara, berusaha memberikan alasan yang masuk akal sambil terus menghindar.

Selama perjalanan, Awan terus berusaha berbicara dengan Kara, tetapi Kara selalu menjawab dengan singkat. Dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang apa yang dikatakan Dika. Bagaimana mungkin mereka mengatur hidupnya seperti itu hingga ke ranah pribadi?

Setibanya di lokasi meet & greet, Kara segera dikerumuni penggemar. Awan dengan sigap membantu membawa barang-barang dan memastikan Kara tidak kewalahan. Namun, Kara tetap menjaga jarak dan tidak memberikan banyak perhatian padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He is Bad Popular Actor (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang