Renggang

1.2K 17 2
                                    

Jika diibaratkan dalam drama, matahari pagi ini bersinar begitu cerah seolah mendukung derap langkah seorang pria yang memakai sepatu kesayangannya, beradu gesek dengan jalanan sesaat setelah dirinya turun dari mobil. Kemeja berwarna putih dengan kancing atasnya terbuka dengan rambut pirang panjang yang mulai melewati leher itu membuat sosoknya begitu segar.

Pria yang bersangkutan mengangkat salah satu tangannya, menyapa Kara.

"Pagi, Kara," sapanya.

Di sisi lain, aura kecerahannya begitu berbanding terbalik dengan aura Awan yang memelotot tidak terima. Meski pipinya begitu chubby, tetapi rahangnya mengeras pertanda tidak senang.

Ngapain nih orang ke sini?

"Pagi, Kak Jehan," jawab Kara sedikit malu-malu. Sebenarnya tidak menyangka kalau manusia berwajah malaikat ini tiba-tiba datang ke rumahnya pagi begini.

"Anda mau ngapain, ya?" tanya Awan to the point, malas beradu lidah sebab merasa Jehan sudah mulai berani mengusik teritorinya selaku kekasih Kara. Kara memberi tatapan maut ke arah Awan karena pria tersebut berani berlaku tidak sopan pada Jehan, sosok yang bagaimana pun jauh lebih tua darinya.

"Bukannya seharusnya pertanyaan itu ditujukan ke Anda? Kenapa Anda ada di sini?" tanya Jehan, mempertahankan ketenangannya. Kara meneguk saliva merasakan ada aura sengit bendera permusuhan di antara mereka.

"Lho, gue mau nganterin pacar gue kerja. Dia kan hari ini mau shooting," terang Awan dengan nada yang dibuat sesantai mungkin lalu mengedikkan dagunya ke arah Kara. "Iya kan, Sayang?"

Kara menjilat bawah bibirnya sambil meremas ujung surai panjangnya, merasa gugup. Perempuan itu lalu berdeham sebentar untuk menyembunyikan kegugupannya. Duh, bagaimana ini?

Di sisi lain, Kara tidak enak pada Awan. Bagaimana pun, meski Kara 'mungkin' sudah hilang rasa padanya, tetapi dirinya masih memegang komitmen berupa hubungan mereka. Kara sendiri yakin, dalam hubungan yang namanya bosan itu pasti wajar. Ya, benar. Saat ini Kara hanya bosan pada Awan saja, kan?

Dan semua itu hanya sesaat, kan?

"Iya, benar."

Jehan berekspresi sok pura-pura terkejut mendengar penuturan Awan, lalu bow's shaped lips-nya mengulum senyum kecil. Awan sendiri menyeringai puas, merasa menang. Ugh, Awan sendiri bingung. Sejak kapan dirinya sampai secemburu itu pada pemeran pria yang menjadi lawan main Kara. Ya, memang sudah biasa Awan cemburu tapi kemungkinan besar, Jehan yang terparah.

Ini gara-gara Jehan sudah mengambil 'keperawanan' bibir Kara, sih. Ck. Mengingatnya saja membuat Awan ingin bakar rumah saja rasanya. Kesal banget!

"Oh, gitu." Jehan menyipitkan netranya. "Tapi kan shooting-nya sama saya, sejalan sama saya. Sama saya aja biar sekalian gimana?"

"Kok lo maksa, sih?" sungut Awan sambil memanyunkan labium tidak terima, pria itu mendecak. "Kara kan cewek gue, biar aja gue yang nganterin sampe selamat ke lokasi shootingnya."

"Terus mau kamu tungguin juga sampe selesai?"

"Iyalah!" jawab Awan telak. "Gue nggak tega cewek gue kecapekan lagi sampe terpaksa nginep di tempat shooting kayak kemaren."

Jehan terkesiap kemudian mengerling penuh arti ke arah Kara. "Tempat shooting?" ulangnya lagi.

"Hah? Yaiyalah! Emang di mana lagi?" Awan bete kuadrat. Jehan memang lebih tua darinya, tapi tidak lebih pintar darinya. Seorang aktor yang jago dalam dunia per-shooting-an, memang beda level dengannya yang merupakan mahasiswa sang pembelajar tinggi.

Kara membeku di tempat.

Mati gue, ketawan boong nih sama Awan.

"Ya udah kalo misalnya kamu mau jalan sama dia, saya cuma nyampein pesan Bryan aja yang maunya kamu dianter sama saya biar sekalian," pungkas Jehan dengan nada pasrah. Awan kembali merasa menang di atas angin.

He is Bad Popular Actor (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang