Negosiasi

4.9K 52 10
                                    

Senyum yang sempat terulas di labium tipis dan berkilau terpoles lipgloss itu seketika lenyap, luntur begitu saja menyisakan wajah muram dengan jemari yang bergetar hebat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum yang sempat terulas di labium tipis dan berkilau terpoles lipgloss itu seketika lenyap, luntur begitu saja menyisakan wajah muram dengan jemari yang bergetar hebat. Apa yang menyebabkan seorang Kara menjadi tremor?

Semua ini terjadi hanya karena Kara melihat nama penelepon yang mencoba menghubunginya, tapi sama sekali tidak diangkat atau digubris perempuan itu.

Jehan tidak bisa menahan lidahnya yang gatal untuk bertanya. "Kau kenapa?"

Labium Kara membuka, beberapa detik awalnya terkejut tetapi berikutnya Kara berusaha mengendalikan ekspresi. Perempuan itu menggeleng santai. "Aku gapapa, Kak."

Jehan memicingkan netra. "Sungguh?"

"Iya," jawab Kara, kemudian mengangguk. Perempuan itu mengangkat gawai di tangannya dan membalikkan punggung. "Sebentar saya jawab dulu teleponnya, ya."

Kemudian Kara izin pada Bryan untuk keluar ruangan meeting point dan mencari tempat yang sekiranya agak sepi untuk menerima panggilan tersebut. Tentu saja, berasal dari Awan, kekasihnya.

Jujur, Kara sudah mulai muak dengan sikap Awan yang posesif begini!

"Halo," sapa Kara datar.

"Kara? Kamu ke mana aja? Kok belakangan aku telepon gak diangkat sih!" Awan bersungut kesal. Kara menghela napas panjang.

"Aku sibuk, kan kamu tau aku mau ada projek film baru!" desis Kara pelan sambil memijat pelipis. Entah kapan semua rasa pusingnya ini bisa berakhir.

"Kamu masih mau main film itu, Kar?" Awan tampak tidak percaya dengan apa yang didengarnya dan kembali bertanya untuk memastikan. Pria itu menggeleng, kecewa dengan keputusan Kara yang seolah tidak mendengarkan. Suaranya terdengar parau. "Kan, ku udah bilang jangan!"

Derajat emosi Kara meningkat hingga ubun-ubun. Perempuan itu berusaha menahan diri untuk tidak memaki Awan, hanya ingin mengingatkan batasannya. "Boo, kamu tuh baru cuma pacarku. Gak pantes ngatur-ngatur. Apalagi kamu tahu aku udah nganggur 6 bulan ini. Nggak tahu kan kamu kalo ortu aku mau nguliahin aku kalo aku terus-terusan ngga ada projek film?"

Awan terdiam sejenak mendengar penuturan Kara. "Baguslah, aku setuju! Mending kamu kuliah aja daripada main film mesum!"

"Film mesum?" Kara mengulang ucapan Awan dengan oktaf suara yang meninggi. "Jaga omongan kamu, Boo! Ini cuma film rating dewasa, bukan mesum."

"Apa bedanya? Bagiku sama aja!" seru Awan sambil mendengkus. "Kamu kuliah aja, Kara! Aku gak mau kamu main film kayak gitu! Aku gak mau kamu disentuh-sentuh orang lain!"

Kara memelotot tidak terima, kali ini kesabarannya sudah lari ke negeri antah-berantah. Tekanan darahnya meningkat. "Kamu kan tau aku gak suka belajar, Boo! Kamu udah 3 tahun pacaran sama aku! Kamu—"

"Ya emang kamu gak suka belajar." Awan memotong ucapan Kara begitu saja, membuat perempuan itu seketika kicep. "Tapi aku lebih nggak suka kamu main film kayak gitu! Kamu mau disentuh-sentuh cowok lain, hah? Apalagi di situ kamu bakal pake pakaian seksi, Kar! Kamu nggak mikirin perasaan aku?"

He is Bad Popular Actor (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang