Pertemuan Kembali?

1.4K 18 1
                                    

Katanya, seseorang tidak boleh berpikiran negatif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, seseorang tidak boleh berpikiran negatif. Katanya, berpikir negatif itu tidak baik. Katanya, pikiran negatif itu harus dihindari.

Namun, bagaimana faktanya kalau justru apa yang tertanam di pikiran kita itu malah menjadi kenyataan? Pikiran-pikiran negative yang sempat berputar terus-menerus tanpa henti menjadi realita pahit yang juga harus ditelan selayaknya pil?

Waktu berjalan begitu cepat layaknya kedipan mata, hingga Kara menyadari sesuatu. Setiap masa, ada orangnya. Setiap orang, ada masanya. Tidak munafik kalau Kara sangat bangga pada dirinya sendiri sebab berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai aktris dalam projek film kali ini. Namun, entah kenapa rasanya seperti ada batu yang mengganjal di sana.

"Sebenarnya gue kenapa?" monolog Kara pada dirinya sendiri. Kini dirinya tengah bermain ponsel, berseluncar dalam media sosial tetapi sesekali juga menggulir layar. Berharap ada sebuah notifikasi 'nyasar' berupa kalimat-kalimat chat dari seseorang.

Beberapa minggu ini dirinya uring-uringan. Meski sudah cukup lama sejak terakhir waktu shooting bersama Jehan, tetapi Kara masih mengingat jelas percakapan terakhir mereka. Jehan ingin Kara berbaikan dengan Awan, tapi faktanya Kara malah semakin badmood tatkala mengingat pria posesif itu.

Meski sudah beberapa kali Awan melemparkan spam chat, Kara tetap tidak peduli. Sebab nyatanya, mau semarah apa pun Awan, dirinya tidak bisa menghindari Kara. Berjauhan lama-lama dengan Kara bisa membuat dirinya gila.

Sebuah panggilan masuk, Kara buru-buru memperhatikan nama pemanggilnya. Entah kenapa antusiasnya langsung menurun tatkala menyadari bahwa panggilan tersebut dari Awan, sang pacar posesif.

"Iya, halo?" tanya Kara.

"Kamu mau sampe kapan hindari aku, Kar?"

"Aku nggak pernah ngindarin kamu, Boo." Kara menjawab sesantai mungkin, tapi Awan di seberang sana malah tersenyum miris.

"Terus apa susahnya jelasin semuanya? Kenapa harus berlarut-larut sampe berminggu-minggu kayak gini?" tanya Awan dengan nada serak. Bagaimana pun, rasa sakit dalam hatinya tetap tersimpan tatkala menyadari bahwa Kara pernah berada di apartemen Jehan. Ya, Jehan kan tetap seorang pria.

"Bisa nggak sih nggak bahas itu lagi, Boo? Emangnya kalo aku jelasin, kamu bakal percaya sama aku?" Kara menarik napas dalam-dalam. "Lagian kita udah lama nggak ketemu. Shootingnya udah selesai, kok."

"Ya tapi kan track record dia sebelumnya jelek ke kamu." Awan mencebik. "Kamu jangan selalu pandang aku ini posesif, dong, Kar. Aku nggak seburuk itu. Aku cuma takut kamu diapa-apain dia."

"Stop, jangan melebar ke mana-mana. Aku benci kalo bahas yang satu itu. Kan udah komitmen kita bersama untuk lupain hal-hal yang buruk yang pernah terjadi, kan? Lagian, dia udah nggak pernah jahatin aku. Aku jamin."

"Hm, okay." Awan tahu bahwa Kara sudah tidak nyaman berbincang dengannya, jadi daripada membuat Kara akan mematikan telepon, Awan mencoba mengganti topik pembicaraannya. "Kita ketemuan, yuk? Udah lama aku pengen nyoba nongkrong di kafe baru yang di deket kampus. Kamu mau?"

"Bukannya kamu sibuk banget, ya? Emang nggak ada tugas kuliah?"

"Udah semua."

"Rapat organisasi?"

"Lagi nggak ada kok dalam minggu ini."

"Lomba?"

"Kan aku baru menang kemarin, masa langsung ikut lomba lagi?" Awan meringis kesal, menyadari bahwa chat-nya belakangan ini hanya menjadi sebuah koran belaka sebab Kara hanya membaca tanpa menyimak sama sekali. Apa kisah dirinya sudah tidak menarik bagi Kara?

"Hm, kan biasa kamu sibuk banget."

"Walau sibuk, aku juga punya prioritas. Kamu pacarku, prioritasku. Emang salah ya kalo aku mau ketemu sama pacar sendiri?"

Kara terdiam. Bagaimana pun, menjalin hubungan bertahun-tahun dengan Awan selama ini adalah pilihannya juga. Awan juga selama ini berusaha menjadi pacar yang baik untuknya. Terlepas dari sikap posesif berlebihannya yang terkadang menyebalkan, sisanya Awan sungguh tidak ingin menyakiti Kara.

Namun, entah kenapa Kara sudah benar-benar malas menanggapinya. Apa salah kalau Kara juga bisa merasa capek atas kekurangan Awan itu? Iya, posesifnya itu.

"Maaf, ini Kak Bryan ada chat aku. Sebentar ya."

Kara langsung mematikan telepon dari Awan secara sepihak, tanpa menyadari bahwa di seberang sana Awan meneguk saliva dengan getir dan susah payah. Pria berwajah chubby itu kini pundung, merasa keberadaannya sudah tidak dihargai lagi dan dianggap berharga oleh seorang wanita yang amat sangat dicintainya.

Di sisi lain, Kara membuka chat masuk dari Bryan dengan perasaan sumringah. Sebuah hal yang telah ditungguinya sejak lama. Bak oase di tengah gurun, bak hujan deras setelah terik berbulan-bulan. Rasa haus dan dahaga penuh kerinduan itu sebentar lagi akan segera terobati dengan secangkir pertemuan.

Hi, Kar. What's up? Yap, sekali lagi thank u so much sebelumnya neh udah bersikap profesional selama proses pembuatan film bersama gue dan tim. Gak salah emang gue milih lo buat jadi Bella. Waktu shooting kita cuma bentaaar banget, tanpa retake karena udah perfect, and gratefully editor gue juga sama gercepnya kek lo. Si Ryse itu emang gila kalo udah urusan ngedit, cepet banget kayak angin haha. Sekarang film kita lagi di tahap finishing alias dikit lagi kelar, wow. Maybe progressnya udah di angka 89%-an. Jadi lebih baik lo siap-siap kalo nanti gue hubungin lagi, yaa kisaran dua minggu lagilah buat screening sama tim. Nanti untuk official invitationnya gue kirim via email dan ke alamat rumah lo, ya. Versi chat ini, lo anggep aja formalitas alias spoiler singkat dulu dari gue lah haha.

Sebuah chat panjang itu berhasil menumbuhkan bunga-bunga di hati Kara yang sebelumnya membeku dan dingin kembali cair dan bahagia. Perempuan itu bahkan berjingkrak-jingkrak di atas ranjangnya sendiri, melupakan scrolling sosial media dan chat Awan yang tak kunjung dibukanya sama sekali.

Padahal isi chat Awan ingin mengajak Kara untuk bertemu di kafe dekat kampusnya sekitar dua hari lagi, alias dalam jangka dekat. Namun, Kara sudah telanjur lebih memilih untuk mempersiapkan diri untuk hal yang mungkin saja terjadi dua minggu lagi.

Bryan yang mengirimi chat bertuliskan kalimat pemberitahuan screening pastilah tidak hanya ditujukan pada Kara, tapi untuk semua kru film termasuk Jehan kan? Akhirnya, Kara akan kembali bisa bertemu Jehan. Bohong kalau Kara tidak merasa senang, Kara sangat senang sampai rasanya hati itu ingin meledak.

"Kira-kira gue perlu pake dress apa ya buat screening nanti? Aduh, gue harus cakep!" Kara mencoba membongkar lemarinya tetapi tidak ditemukan pakaian yang cocok. Teleponnya kembali berbunyi, Kara mendecak sebab menduga bahwa panggilan tersebut dari Awan si posesif. Namun, netra Kara melebar sempurna saat membaca nama yang tertera di sana.

"Halo, Kak?" sapa Kara sedetik setelah menerima telepon itu, sembari mencoba menetralkan jantungnya yang terus-menerus berdebar dengan tempo cepat.

"Kamu udah dapet chat dari Bryan, kan? Temenin saya nyari outfit yang cocok buat screening, yuk?" tanya Jehan dengan nada lembut. "Ya, gimana pun kita couple di filmnya, kan? Gimana kalo pas screening kita juga pakai outfit couple supaya makin klop?" 

 "Ya, gimana pun kita couple di filmnya, kan? Gimana kalo pas screening kita juga pakai outfit couple supaya makin klop?" 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
He is Bad Popular Actor (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang