Suasana sunyi. Ruangan hanya terdengar detak jarum jam yang menunjukkan pukul dua dini hari. Di sofa kamar Zeevaro tertidur dengan pulasnya. Sedangkan di atas ranjang, Marsha membolak-balikan posisi tidurnya agar kembali nyaman.
Namun, itu tak berhasil. Dirinya mengerjabkan matanya di sertai rengekan kecil yang keluar dari bibir merahnya.
"Marsha lapar," cicit Marsha.
Dia memperhatikan Zee yang tidur dengan mulut terbuka kecil. Karena perutnya yang merasa lapar, Marsha berniat untuk membangunkan Zee. Dengan masih memeluk boneka dino milik Zee, dirinya beranjak dari atas kasur.
"Zee bangun." Marsha sekarang berjongkok di bawah sebelah sofa yang di tiduri Zee. Tangannya menusuk-nusuk pelan pipi Zee berharapa dapat membangunkannya.
"Zee bangun Marsha, lapar. Perut Marsha minta di isi," kata Marsha lapar. Marsha mendengus kesal karena Zee tak kunjung bangun.
Dia mulai merengek mendusel-duselkan wajahnya di perut Zee. Itulah yang biasa Marsha lakukan ketika di rumah. Entah itu kepada Mami, Papi, atau kakaknya.
Zee mulai terusik karena merasakan geli pada perutnya. "Apasih ini dusel-dusel, perasaan gue, ga melihara kucing," gumam Zee masih setengah sadar.
Zee membuka matanya. Tiba-tiba dia terkejut melihat ada seorang perempuan berada di dalam apartemennya. Bahkan Zee langsung melompat turun ke samping kasur. Seingatnya, dia hanya tinggal sendiri di sini.
"Siapa Lo?!" tanya Zee yang kesadarannya masih belum terkumpul.
Marsha melengkungkan bibirnya melihat respon Zee yang tak mengingatnya. "Aku, Marsha. Zee lupa sama aku hiks." Muncul sudah isakan kecil dari bibir Marsha.
Zee terdiam mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi. Tak lama dia tersadar. Zee sudah mengingat semuanya apa yang terjadi dan bagaimana Marsha bisa sampai sini.
Zee panik karena melihat Marsha yang terisak sambil memeluk erat boneka dinonya. "Eh-eh, jangan nangis lagi dong. Maafin gue. Nyawa gue belum ngumpul tadi baru bangun tidur. Cup cup cup diem ya Marsha cantikk," rayu Zee agar Marsha diam.
"Zee lupain Marsha, Marsha sedih hiks hikss, mami~"
Zee menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan wajah tak enak. "Maklum tadi gue, baru bangun. Belom sadar. Sekarang gue, udah inget kok. Udah ya jangan lo nangis lagi. Kata Papa gue, kalau orang nangis bisa di makan macan nantinya," kata Zee.
"Huwaaa~ Marsha gamau dimakan macan! Marsha gamauu!"
Mampus, sepertinya Zee melakukan hal yang salah. Dia kira dengan cara menakuti Marsha yang akan di makan macan jika terus menangis agar terdiam ternyata tak berhasil. Dugaanya salah, tangisan Marsha malah semakin kencang.
"Sst sstt, nggak kok macannya ga brani makan elo-"
"Kamu pakek elo-gue lagi kalau ngomong," potong Marsha di sela tangisannya.
"Repot!" Batin Zee.
"Oke maaf, kamu ga bakal di makan macan kok. Macannya biar aku bunuh nanti," kata Zee.
"Udah ya diem, jangan nangis lagi. Nanti napas kamu sesak terus sakit gimana? Kamu mau?
Marsha menggeleng. "Marsha gamau," jawab Marsha.
"Makanya diem, jangan nangis lagi ya," kata Zee dengan lembut.
Marsha meredakan tangisannya. "Peluk," pinta Marsha sambil merentangkan kedua tangannya.
"Apalagi ini Ya Tuhan," batin Zee lagi.
"Marsha mau peluk," ulang Marsha saat tak mendapat respon dari Zee.
Zee menghela napas pelan. Berusaha menetralkan detak jantungnya. Karena bagaimanapun dia tak pernah memeluk perempuan lain kecuali keluarga nya dan almarhum ibunya. Perlu kalian tau bahwa Zeevaro ini adalah piatu. Ibunya meninggal karena terkena penyakit ginjal beberapa tahun yang lalu.
"Yaudah, sini-sini peluk." Zee dengan kaku manarik tubuh Marsha ke dalam pelukannya.
"Ssstt diem ya udah." Zee menepuk pelan punggung Marsha. Dia melihat wajah Marsha yang basah karena air mata, berinisiatif mengelap dengan tangannya.
Zee diam-diam merasa gemas dengan pipi Marsha yang nampak sangat berisi jika sedang seperti ini.
"Kamu kenapa bangun?" tanya Zee saat tangisan Marsha sudah benar-benar reda.
"Marsha lapar. Marsha ingin makan," jawab Marsha.
"Di dapur ga ada bahan makanan apa-apa. Aku belum belanja, adanya cuma mie rebus. Kamu mau?"
"Marsha mau mie. Marsha lapar."
"Oke, ayo bangun, kita ke dapur bikin mie." Zee membawa Marsha bangkit lalu menariknya keluar kamar menuju dapur.
"Kamu duduk, diem di sini. Aku bikinin mie buat kamu." Marsha menurut duduk di kursi sambil memanikan boneka di dino dengan dunianya sendiri.
Sedangkan Zee berkutat dengan mie rebus yang tersisa tiga bungkus, dia mengambilnya satu untuk di buat. Dua bungkus mie lainnya akan dia buat sarapan nanti pagi sebelum dirinya bekerja.
Mengingat-ingat bekerja Zee menghentikan aktivitasnya yang sedang menggunting bumbu mie. Dimana dia harus meletakkan Marsha selama dia bekerja besok?
Apa Marsha bisa betah berada di apartemennya sendirian sedangkan dia bekerja?
Apa mungkin dirinya harus membawa Marsha ke Indoapril tempat dirinya bekerja?
Besok Zee mendapat shif pagi sampai siang. Karena menggantikan temannya yang ada halangan jadi menggantikan shif pagi. Sedangkan temannya akan berganti shif malam hari ini.
Persoalan menambah lagi. Tak lama mie yang di buat sudah matang. Zee memberikan mie kuah itu ke Marsha. "Nih makan, habisin ya."
"Makasih Zee," ucap Marsha berbinar.
Zee dengan perhatian memabilkan air minum untuk Marsha. Setelah itu dia hanya duduk memperhatikan Marsha yang sedang makan dengan lahap. Sebenarnya dia juga lapar, tapi untuk menghemat mie. Kalau dia ikut makan sekarang, nanti pagi mereka sarapan dengan mie yang kurang.
"Zee mau?" tawar Marsha.
"Nggak, kamu habisin aja. Aku ga laper kok," jawab Zee.
"Beneran?"
"Iya Marsha, habisin gih." Zee mengacak rambut Marsha pelan, kemudian dia bangkit berniat membuat susu hangat.
Up sesuai mood. Jadi kalian banyak banyak berharap aja kalau nungguin up AWOKAWOAKWOWKWOK.
Maap buat typo ges;*

KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDISH [END]
Teen FictionBagaimana jadinya jika Zeevaro yang notabenya adalah manusia yang tergolong cuek tiba-tiba di pertemukan dengan perempuan bersifat Childish? Akankah Zeevaro akan betah atau bahkan membuangnya ke selokan?