Zeevaro pov.
Aku sekarang berada di rumah Fiony. Tepatnya untuk menemui Marsha adik Fiony. Karena katanya sedari pagi Marsha terus mencari keberadaan diri ku.
Aku sempat berpikir padahal kita berdua baru beberapa hari kenal tapi mengapa Marsha ingin sekali berdekatan dengan ku.
Apa dia tak takut jika aku mempunyai niat jahat kepadanya? Hanya jika, aku tentunya tidak mempunyai niat jahat terhadapnya.
Lihatlah sekarang dia serang berkutat dengan ponsel milik ku dengan jidat yang tertempel baby fever. Kami sekarang sedang berada di ruang keluarga. Awalnya Marsha yang mengajak ke sini katanya ingin menonton tv di sini, tapi sekarang tv yang menonton dirinya.
"Di cuekin Marsha ya Zee?" Fiony duduk di sebelah ku. Posisi kamu lesehan di bawah. Padahal ada kursi tapi entah kenapa lebih enak lesehan terlebih kita harus menjaga seorang bocil yang aktif meski sddang sakit ini.
"Iya, dia asik mainin ponsel gue."
"Biasa dia mah, kalau udah main ponsel bakal lupa sama daratan dan orang di sekitarnya," kata Fiony.
"Nih jajan, di makan." Fiony menyerahkan blek khongguan kepada ku.
"Isinya asli kagak nih?" Tanya ku memastikan. Biasanya kelakuan orang indo saat lebaran. Tempat jajannya apa isi nya apa.
"Asli itu. Gak ada prank-prank-an," jawab Fiony.
"Oke, makasih," sahut ku.
"Minumnya non, den." Pembantu rumah Fiony memberikan minum untuk ku.
Ah, mayan abis makan jajan minum es seger. Marsha masih asik menonton dengan mulutnya yang seperti mendumel. Entah apa yang dia mainkan di ponsel ku itu.
Aku jadi berpikir, apa Marsha selama ini mempunyai teman dengan keadaannya yang seperti ini?
"Ce, gue, mo tanya."
"Apa Zee?"
"Marsha, ada temen? Dengan keadaanya yang sekarang?" Tanya ku.
"Dulu waktu sekolah temen Marsha banyak banget. Dulu Marsah baik banget sama mereka. Tapi semenjak kecelakaan jadi kayak gini, temennya pada ilang gatau kemana. Yang masih mau temenan sama Marsha cuma beberapa, itu aja masih bisa di hitung pakek jari," jelas Fiony.
Jahat sekali teman-teman Marsha. Ini lah kenapa kita kudu pinter-pinter mencari teman yang baik. Karena banyak sekali orang yang mau berteman dengan kita hanya karena ada butuhnya doang. Pada udah kepenuhi kebutuhannya di tinggal gitu aja tanpa pamit.
"Tega sekali mereka, deketin cuma ada butuhnya saja," kata ku.
"Begitulah manusia. Kebanyakan hanya mementingkan dirinya pribadi saja."
Fiony tanpa di duga kini menyandarkan kepalanya di bahu ku. Aku sebenarnya kaget, tapi aku membiarkannya saja. Toh hanya bersandar apa salahnya?
Kami menonton tv yang menyiarkan drama film. Tangan kami sesekali memasukkan jajan ke dalam mulut masing-masing. Ketenangan kami terganggu saat hadirnya Marsha yang kini berada di antara kami.
"Ihh! Kak Fio awas!" Marsha mendorong pelan Fiony untuk menjauh dari ku.
"Apa sih Sha?" Tanay Fiony.
"Jangan deket-deket kak Zee. Kak Zee punya aku!"
Hai! Anak ini mengapa tiba-tiba mengklaim begitu saja.
"Pinjem doang," ucap Fiony.
"Ga boleh!"
Marsha memeluk tubuh ku erat, seolah menyembunyikan diri ku agar tak di dekati oleh Fiony lagi.
"Ga boleh pelit-pelit kata mama."
"Tapi kak Zee bukan makanan! Jadi Marsha gapapa pelit," balas Marsha. Pintar sekali dia dalam menjawab.
"Haishh, anak iniii~" geram Fiony.
"Kak Zee."
"Ya?" Sahut ku saat Marsha memanggil.
"Marsha, ingin main ke taman seperti anak kecil yang berada di sini." Marsha menunjukkan sebuah video dari ponsel ku, di sana terlihat anak-anak yang sedang bermain di sebuah taman bermain.
"Boleh, izin dulu sama Mami kamu, nanti kalau udah aku, ajak kamu ke sana."
Raut wajah Marsha berubah masam. "Mami pasti ga izinin Marsha, pergi," kata Marsha sedih.
"Kenapa?" Marsha menggeleng.
"Kenapa Ce?" Pertanyaan aku alihkan pada Fiony.
"Mami gue, selalu khawatir kalau Marsha keluar tanpa adanya pengawasan dari Mami atau pun Papi. Mami takut Marsha hilang lagi, takut di jahatin sama orang. Kejadian kemarin aja udah kasus kesekian, banyak orang yang ingin mencelakai Marsha. Apa lagi kayak musuh pengusaha Papi yang iri sama hasil kerja Papi. Itulah yang bikin mereka menjadi lebih overprotektif sebenernya," jelas Fiony.
Sepertinya orang tua Marsha jadi punya trauma tersendiri atas kasus kehilangan Marsha yang sering terjadi.
"Lain kali aja ya kalau gitu mainnya. Mami kamu juga lagi ga ada, kita ga bisa minta izin," jelas ku. Mami Marsha sedang keluar sebentar katanya, tak tau kemana.
Jadi aku, mau meminta izin pun tak bisa. Mau lewat ponsel? Rasanya kurang sopan jika mengajak anak orang pergi, tapi meminta izin lewat ponsel.
"Tapi Marsha mau main," cicit Marsha. Tangannya kini mempermainkan kain baju milik ku.
"Gini aja Sha, gimana kalau kamu main kuda-kudaan? Kamu yang naik biar Zee yang jadi kuda?" Ide dari Fiony.
Ide macam apa itu? Kenapa aku yang harus menjadi kuda?
"Marsha mau!" Sahut Marsha senang.
"Kak Zee jadi kuda~ kak Zee jadi kuda~" lantun Marsha dengan senang.
Aku jadi tak tega menolak saat melihat kesenangan dari Marsha. "Yaudah iya," pasrah ku.
Marsha menyingkir memberi jarak, sedangkan aku langsung memposisikan diri bertumpu dengan tangan dan lutut ku. Rasanya punggung ku langsung berat saat Marsha berada di atas punggung ku, duduk di sana.
"Ayo jalan Kaka Zee, jalan."
Aku mengkerahkan tenaga ku untuk jalan merangkak. Terdengar suara tawa bahagia dari arah Marsha. Fiony juga ikut tertawa, terlihat dia mengarahkan ponselnya pada kami. Sepertinya di merekam atau memfoto kami?
Zeevaro pov end.
Kasian Zee jadi kuda.
Ap up ap up, sabar dong wkwwkw.
Dah maap buat typo
KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDISH [END]
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika Zeevaro yang notabenya adalah manusia yang tergolong cuek tiba-tiba di pertemukan dengan perempuan bersifat Childish? Akankah Zeevaro akan betah atau bahkan membuangnya ke selokan?