Ramainya orang yang memenuhi cafe ini tetap membuat Zee merasakan sepi. Tangannya mengaduk kopi latte hangat yang tadi dia pesan dengan tatapan ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang.
"Kayaknya gua, nyerah aja deh Ce," kata Zee sambil tetap menatap ke arah jalan.
"Jangan gila lo Zee," celetuk Fiony. Ya jadi kali ini Fiony menemani Zee yang sedang menggalau. Karena bagaimana pun Marsha adiknya, dia jadi merasa bersalah karena perubahan adiknya itu.
"Gua, capek Ce. Harapan buat Marsha bisa balik ke gua, udah masuk ke tahap mustahil." Tatapan Zee beralih ke gelas kopi miliknya. Fiony hanya diam mendengarkan ungkapan hati Zee.
"Gua, cinta sama Marsha. Tapi Marsha yang sekarang bukan Marsha yang dulu gua, kenal. Marsha sekarang beda banget. Gua, ga berepektasi kalau perubahan Marsha kayak gini Ce."
"Gua, sakit hati Ce. Kemarin gua, ngikutin Marsha yang jalan sama Gado-gado. Dan lo tau apa yang gua, liat?" Zee menatap Fiony dengan tatapan memelas.
"Apa?" Tanya Fiony.
"Marsha...ciuman sama Gado-gado. Hati gua, sakit liat mereka ciuman di depan mata gua. Gua, ga nyangka mereka bakal seberani itu. Bibir itu dulu milik gue, Ce. Tapi kenapa sekarang bibir itu bisa bersentuhan dengan bibir orang selain gua?" Zee mengacak rambutnya frustasi.
"Lo yang sabar Zee. Gue, juga bantu lo buat ngembaliin ingatan Marsha kok. Tapi emang ga semudah itu. Ga bisa dipaksa Zee. Dokter juga udah pernah bilang, kalau ingatan Marsha ga bisa dikembaliin secara paksa. Semua butuh proses," kata Fiony.
"Tapi kalau pada akhirnya ingatan Marsha ga balik gimana Ce? Atau buruknya lagi kalaupun ingatannya udah balik dan Marsha tetep ga bisa balik sama gua, gimana?"
"Gue, yakin Marsha bakal balik ke elo Zee."
"Kita ga bisa ngelawan takdir Ce. Kalau Tuhan udah ngasih jalan gua, ga bisa balik sama Marsha, gua bisa apa?" Mereka sama-sama terdiam. Memikirkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi tentang Marsha kedepannya.
"Gua, mau istirahat dulu. Gua, ga bakal deketin Marsha untuk beberapa waktu. Gua, cape," putus Zee. Jujur saja Zee memang sudah lelah dengan segala penolakan yang Marsha berikan.
"Apapun itu gue, bakal tetep nemenin lo. Gue, ga bakal biarin lo sendiri dan merasa sedih," kata Fiony.
~~~
Suasana hening di kamar Marsha. Sang pemilik kamar sedang berbaring dengan tangannya terus memainkan layar ponsel. Marsha melihat foto-foto bersama Zee di dalam galerinya. Kepala Marsha merasa pusing jika memikirkan darimana poto ini berasal.
"Apa benar kalau gue, pacarnya Zee?" Gumam Marsha.
"Tapi kenapa gue, sama sekali ga inget tentang Zee?"
"Lagi pula kalau Zee beneran pacar gue, kenapa gue, ga ada rasa nyaman saat dia di deket gue. Beda kayak rasa nyaman yang gue, rasain pas sama Kak aldo."
Marsha memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Seperti ada sekelabat bayangan dirinya bersama seseorang tapi tak tau dengan siapa. Dia seperti ada di sebuah ruangan apartemen, sedang memakaan buah strawberry sambil berjoget di depan tv.
"Siapa lelaki itu?" Kata Marsha saat kepalanya sudah kembali normal, tak pusing lagi.
"Apa dia kak Aldo?"
"Aissh, memikirkan ini kepala gue, jadi pusing. Mending gue, tidur." Marsha memejamkan matanya, tidur. Karena hari pun sudah malam.
~~~
"Udah malem Ce. Ayo gue, anter pulang," kata Zee setelah melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul setengah sebelah malam.
"Ga kerasa ya, cepet banget udah malem aja," kata Fiony.
"Yaudah ayo pulang, ntar gua, jelasin ke Mami Papi lo kalau seandainya ga dibolehin masuk."
"Aishh, pasti boleh masuk. Lagian gue, udah besar ga kayak anak kecil."
"Yakin, ga kayak anak kecil?" Goda Zee.
"Iyalah. Pacar lo kali tuh kayak anak kecil," balas Fiony menggoda Zee.
"Ck, apaan sih. Udah deh, ntar gue, yang ada jadi galau lagi nih," sahut Zee yang di balas tawaan puas oleh Fiony.
"Yaudah ayo pulang."
Mereka langsung beranjak pergi, karena pesanan mereka sudah di bayar sejak awal. Jadi tak ada tagihan lagi yang harus mereka bayar.
Zee dengan penuh rasa tanggung jawab mengantarkan Fiony sampai depan pintu rumah lalu pulang. Fiony sempat manawarkan Zee untuk mampir, tapi Zee tak mau. Karena hari sudah malam, takut menganggu mereka yang sudah beristirahat. Lagipula takut-takut ntar malah melihat Marsha, bisa-bisa kejadian saat di cafe kembale berputar di ingatan Zee. Auto galau dan sakit hati lagi si Zee.
Panas lagi yak hari ini.
Dilihat-lihat banyak banget yang suka konflik wkwkkw.
Dah gitu aja maap buat typo.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDISH [END]
Fiksi RemajaBagaimana jadinya jika Zeevaro yang notabenya adalah manusia yang tergolong cuek tiba-tiba di pertemukan dengan perempuan bersifat Childish? Akankah Zeevaro akan betah atau bahkan membuangnya ke selokan?