Isakan sesekali masih terdengar. Zee dengan penuh kasih sayang mengusap punggung gadis yang dia cintai itu. Meski rasa kecewa telah mendominasi, Zee tetap menenangkan sang pujaan hati dari kesedihan yang melanda.
"Udah Cha, jangan nangis lagi," kata Zee dengan sendu. Hatinya menjerit ikut merasakan sakit melihat Marsha seperti ini.
Marsha menggeleng, dia meringsek meminta pelukan yang lebih erat. Keluarga Marsha sudah keluar kamar sejak tadi. Mereka memberikan waktu untuk Zee dan Marsha di dalam berdua. Marsha butuh ketenangan dan siapa tau dengan ini ke-dua insan itu bisa sekalian meluruskan permasalahan yang telah berlarut-larut sampai sekarang.
"Kamu udah inget semuanya Cha?" Tanya Zee dan Marsha mengangguk sebagai jawaban.
"Cha, dengerin aku. Aku mau ngomong hal penting. Keputusan aku ini udah aku pikirkan cukup lama," kata Zee dengan nafas yang rasanya tercekat. Tenggorokannya terasa sakit, seperti tak kuasa untuk melanjutkan perkataanya.
"Papa aku nyuruh aku megang perusahaan-nya yang ada di singapore. Awalnya aku nolak hal itu. Tapi setelah aku pikir-pikir ditambah kejadian yang tak tertebak ini terjadi, aku mutusin untuk berangkat ke Singapore. Aku setuju dengan tawaran Papa aku kasih."
"Jangan," balas Marsha. Dia tak setuju dengan keputusan yang Zee ambil.
"Ini udah keputusan aku Cha."
"Kamu mau ninggalin aku?"
"Faktanya yang ninggalin itu kamu Cha bukan aku," balas Zee.
Marsha terdiam. Dia menggigit bibirnya menahan isakan. "Aku kan ga inget waktu kemarin," lirih Marsha.
"Mau kamu ga inget pun, harusnya kamu percaya sama aku. Apalagi banyaknya bukti yang ada. Tapi apa? Kamu masih ga percaya sama hal itu Cha." Zee masih bisa mengatur suaranya untuk tidak menaikkan suaranya. Dia masih bersikap tenang.
"Kamu malah lebih percaya sama Revaldo," lanjut Zee, tersirat kekecewaan dari suaranya.
"Maafin aku," ucap Marsha.
"Hemm.." Zee menelan ludahnya meski serasa sakit saat ditenggorkan. Dia sudah yakin. Dia akan mengakhiri semuanya sekarang.
"Cha...kayaknya waktu aku buat nemenin kamu cukup sampai sini, aku-"
"Kamu apa-apaan sih?! Kalau kamu marah oke, tapi jangan sekali-kali kamu ngomong kayak gitu!" Sela Marsha. Dia menjadi resah karena Zee berbicara seperti itu.
"Aku harus ngomongin ini Cha. Sudah saatnya era kita berakhir. Lagipula, kamu pacar Revaldo sekarang. Masih pantaskah aku menyebut kamu pacar aku Cha?"
"Itu semua di luar kendaliku," elak Marsha.
"Kamu nerima Revaldo dalam keadaan sadar Cha, kamu ga bisa ngelak," balas Zee.
"Perasaan aku ke Kak Aldo cuma masa lalu Zee!"
"Tapi waktu sekarang bukan masa lalu Cha. Kamu nerima Revaldo lagi di masa sekarang bukan di masa lalu lagi."
"Yang aku inget kemarin masa lalu Zee. Jangan bikin aku pusing."
"Udah ya Cha. Mau bagaimana pun cara agar kita pertahanin hubungan ini kayaknya percuma. Kamu bukan milik aku lagi Cha. Kita harus berakhir."
"Aku gamau!" Tolak Marsha. Dia melepaskan pelukan Zee.
"Berhenti ngungkapin omong kosong ini, mending kamu keluar aja. Kita ketemu lagi saat kamu udah buang jauh-jauh tentang semua omong kosong itu," pinta Marsha. Dia tak ingin hubungannya dengan Zee berakhir.
"Tapi nyatanya kita harus berakhir Cha. Kamu milik Revaldo sekarang. Hati? Perasaan? Bahkan tubuh kamu? Milik Revaldo sekarang."
"Aku ga suka kak Aldo!"
"Jangan mengelak Cha. Semua udah keliatan waktu kamu belum inget semuanya. Dengan kamu menerima lagi Revaldo saat itu, hal itu nunjukin kalau kamu masih ada perasaan ke Revaldo"
"Aku gamau putus Zee. Plishh, Bubu aku gamau putus." Marsha menyatukan tangannya memohon pada Zee. Kejadian kemarin itu diluar kendali Marsha yang sebenarnya.
"Cha, aku pastiin Revaldo akan tanggung jawab atas perbuatannya ke kamu," kata Zee. Marsha sudah berhasil menjadi milik Revaldo seutuhnya. Dia tak mau setelah Revaldo mendapatkan tubuh Marsha, lelaki itu meninggalkan Marsha begitu saja. Dia rela membuang jauh kebahagiaanya bersama Marsha demi Marsha yang mendapat kebahagiaan itu.
"Aku gamau." Tangisan Marsha kembali pecah. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Revaldo pasti bisa ngebahagia-in kamu Cha."
"Dan aku akan pergi ke Singapore membuka lembaran baru di sana. Tapi kamu tenang aja, aku ga akan ngelupain kamu begitu aja. Karena kamu adalah bagian sepesial yang pernah ada di hidup aku."
"Udah jangan nangis." Zee menarik tubuh Marsha ke dalam pelukannya. Dia harap pelukannya ini bukan pelukan terakhir.
"Ada apa ini?" Mami masuk ke dalam kamar Marsha disusul Papi dan Fiony.
"Mami~" Marsha beralih memeluk Maminya.
"Kenapa sayang?"
"Bilangin ke Zee, jangan ninggalin aku sendiri Mi. Aku gamau dia pergi," kata Marsha dipelukan Maminya.
Mami menatap Zee meminta penjelasan. "Akan saya jelaskan semuanya nanti," kata Zee.
"Mami jangan biarin dia pergi," kata Marsha lagi masih dengan menangis.
"Iya sayang iya," jawab Mami. Hanya itu yang bisa beliau jawab karena beliau belum tau sepenuhnya apa yang sebelumnya mereka bicarakan.
"Kenapa Zee?" Tanya Papi dengan berbisik.
"Akan Zee jelasin, tapi di luar aja. Biarin Marsha tenang," jawab Zee.
"Oke, ayo kita keluar."
"Fiony ikut," saut Fiony. Zee mengangguk. Mereka bertiga keluar kamar, meninggalkan Mami yang menenangkan Marsha.
Satu part lagi end?? Mungkin, tapi gatau juga sih.
Random momen, pengen punya pacar tapi pas malem doang.
Dah gitu aja maap buat typo.
Malam semua:*

KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDISH [END]
Genç KurguBagaimana jadinya jika Zeevaro yang notabenya adalah manusia yang tergolong cuek tiba-tiba di pertemukan dengan perempuan bersifat Childish? Akankah Zeevaro akan betah atau bahkan membuangnya ke selokan?