18

3.5K 428 36
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Di ruangan ini suasana sangat lah sepi. Hanya ada Marsha di dalamnya yang masih tertidur lelap di atas ranjang.

Namun, tak lama kemudian muncul pergerakan dari Marsha. Dia terbagun dalam tidurnya, melihat ke sekeliling yang sepi tak ada orang selain dirinya.

"Kak Zee?" Panggil Marsha.

"Hiks, Kak Zee!" Panggil Marsha lagi. Rasa takut kembali Marsha rasakan. Takut jika Zee-nya kembali pergi meninggalkannya.

Marsha bergerak untuk bangkit. Hendak pergi mencari kekasihnya yang berani meninggalkannya sendiri di sini. Selang infus ditangan sangat menganggu pergerakan Marsha. Dengan sekali gerakan Marsha dapat melepaskan jarum infus yang tertancap ditangannya.

"Hiks, sakit~" rengek Marsha saat merasakan sakit di tangannya akibat dia sendiri yang mencabut infus secara paksa. Bahkan tangannya itu mengeluarkan darah sekarang. Dia mencabikkan bibirnya sambil menatap tangannya itu.

"Kak Zee, tangan Marsha sakit!" Teriak Marsha berharap pemilik nama yang dia panggil menghampirinya.

Marsha turun dari ranjang dengan langkah tertatih karena dia masih lemas, dia tetap berjalan keluar untuk mencari kekasihnya juga keluarganya. Tapi baru membuka pintu dia sudah di hadang oleh ke dua orang tuanya.

"Sayang mau kemana kamu?" Panik Mami Marsha melihat anaknya berjalan-jalan sendiri.

"Ya Tuhan tangan kamu. Ayo masuk lagi," panik Papi Marsha melihat tangan anaknya itu berdarah.

"Gamau!" Tolak Marsha saat Papinya akan meraih tangannya.

"Marsha mau cari Kak Zee! Kak Zee pergi ninggalin Marsha!"

"Zee ga pergi sayang. Zee lagi makan di kantin rumah sakit," jawab Papi Marsha.

"Bohong! Kenapa papi biarin kak Zee pergi hikss~ Marsha mau sama kak Zee." Tangis Marsha kembali pecah.

Kedua orang tua Marsha menggiring Marsha untuk masuk kembali ke dalam ruangan. Meski Marsha terus berontak, tapi dia tetap memaksa Marsha untuk masuk.

Papi Marsha memencet tombol darurat untuk memanggil doket atau pun perawat yang sedang bertugas. Agar bisa mengobati tangan Marsha yang masih mengeluarkan darah.

"Marsha mau kak Zee! Lepasin, Marsha mau cari kak Zee!" Kata Marsha di sela tangisannya yang tak kunjung berhenti.

"Pi, panggilin Zee. Kasihan Marsha," pinta Mami Marsha yang kini sedang memeluk erat tubuh anaknya yang masih menangis itu.

"Oke-oke, tunggu sebentar." Papi Marsha berlari keluar ruangan pergi ke kantin rumah sakit mencari Zee yang memang sedang berada di sana.

Saat Marsha tertidur tadi, Zee menyempatkan diri untuk membeli makan di kantin rumah sakit ini untuk mengisi perutnya yang terasa lapar. Tidak hanya Zee, tadi dia pergi bersamaan dengan Mami dan Papi Marsha. Tapi saat kembali hanya orang tua Marsha saja, sedangkan dia masih tertinggal di sana menyelesaikan makannya.

"Zee! Zee!" Panggil Papi Marsha panik.

"Kenapa om?" Tanya Zee dengam wajah yang agak ngelag dan mulut penuh nasi.

"Marsha itu Marsha."

"Marsha kenapa?"

"Ngamuk lagi nyariin kamu. Buruan kamu ke sana," perintah Papi Marsha.

"Tapi makanan Zee belum abis om, mubazir," jawab Zee.

"Haisshh, anak saya lebih penting. Buruan!" Bentak Papi Marsha.

"I-iya om." Zee berlari meninggalkan nasinya. Tapi tidak degan lauknya. Zee membawa lari paha ayam yang belum habis itu. Mubazir pikirnya jika tidak dihabiskan.

Karena sudah malam, jadi keadaan lorong pun sepi. Hal itu menguntungkan bagi Zee, bisa berlari tanpa takut akan menabrak orang nantinya.

Brak!

Pintu dibuka cukup kasar oleh Zee, itu semua efek karena panik. Di sana Marsha masih menangis di pelukan Maminya. Tangannya sudah diobati oleh perawat dan di pasang kembali infusnya.

"Marsha," panggil Zee.

"Hiks! Kak Zee." Marsha merentangkan tangannya meminta peluk.

Zee mendekat, menggantikan Mami Marsha untuk memeluk tubuh Marsha. Tangan kiri Zee mengusap punggung Marsha menenangkannya agar berhenti menangis. Tapi sesekali tangan kanannya bergerak menyuapkan paha ayam ke mulutnya sendiri. Karena bagaimanapun dia masih lapar.

"Hiks, kak Zee tadi kemana?" Tanya Marsha.

"Aku, makan di kantin. Laper Sha," jawab Zee.

"Kak Zee pergi, ninggalin Marsha sendiri," cicit Marsha.

"Hanya ke kantin. Kan laper, mau makan dulu biar nanti aku, bisa jagain kamu," jelas Zee.

"Dasar cengeng," ejek Zee.

"Aaaa~ nggak! Marsha ga cengeng," elak Marsha.

"Terus ini apa? Ada air di wajah kamu nih, kamu nangis huu Marsha cengeng," ejek Zee lagi yang bermaksud menghibur Marsha.

"Nggak!" Marsha menubrukkan wajahnya di dada Zee lalu menggerakkan wajahnya. Bermaksud untuk mengelap air matanya di baju Zee agat hilang.

"Dasar pacar aku cengeng."

"Nggak kak Zee!" Elak Marsha mulai kesal yang sekarang sudah berhenti menangis.

"Hahahah...lucu banget pacar aku," kata Zee lalu meninggalkan kecupan di kening Marsha. Orang tua  Marsha kini bisa bernapas lega kembali karena anaknya sudah tak lagi mengamuk.








































Nohh setelah 7 bulan purnama up juga ni crita. Ramein gih, cape bngt di teror mulu.

200vote baru lanjut. Mampus lo pada, slamat berjuang dan menunggu lagi awokawokawok.

Dah maap buat typo. Muah:*

CHILDISH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang