Dua

11.9K 632 10
                                    

DUA : PERESMIAN BERPISAH

ANJALI melihat kosong ke arah Agam dan Anya. Keduanya tengah mengantre di tukang jagung bakar. Sesekali anak dan ayah itu terlihat melempar gurauan yang membuat keduanya tertawa.

'Kalau kita mau jadi pergi ke pasar malam, kuharap kau tidak terlalu dekat dengan saya dan Anya.'

Anjali tersenyum miris mendengar syarat aneh yang keluar dari mulut suaminya. Bener-bener gila dan tidak masuk akal, namun tak ayal Anjali menurutinya. Perempuan itu benar-benar menjaga jarak dengan anak dan suaminya. Anjali sungguh tidak mau merusak suasana hati suaminya yang akan berimbas dengan kebahagiaan Anya. Anjali lakukan ini demi putri tersayangnya.

"MAMAAA SINII!"

Anjali terkesiap. Pandangannya tertuju pada lambaian tangan Anya. Rupanya anak gadis menyuruh mendekat padanya. Sebelum beranjak dari tempatnya, Anjali sempat melirik wajah Agam. Namun hanya tatapan datar yang di tampilkan pria itu.

"MAMAA KATA PAPA AYOK SINII CEPETAN,"

Tidak percaya apa yang di dengar nya barusan. Anjali kembali melempar tatapan pada Agam. Kali ini ada anggukkan kecil dari pria itu. Tanpa sadar Anjali tersenyum dan melangkah mendekat.

"Kata papa sekarang kita mau kemana lagi ma? Langsung pulang atau main ke tempat lain?" Celoteh Anya begitu Anjali sudah di dekat mereka.

Anjali melirik jam tangannya. Jarum pendek menunjukkan pukul 21.15. Ini sudah lewat dari jam malam putrinya. Lagipula kalau mereka memaksakan main takutnya Anya masuk angin dan sakit.

"Gimana kalau kita pulang aja. Ini sudah kemaleman sayang, besok lagi mainnya ya? Iya kan papanya Anya?" Anjali meminta persetujuan dari suaminya itu. Namun bukannya menjawab Agam malah menggaruk tengkuk kepalanya. Anjali paham betul kalau calon mantan suaminya itu tengah salah tingkah.

"Beneran Pa besok kita bisa main lagi?"

Barulah ketika Anya menyentuh pipinya, Agam mengangguk ragu, "Iya,"

Keheningan yang terjadi sejak mereka memasuki mobil. Anya yang sudah tertidur pulas sejak 20 menit lalu tidak lagi berceloteh mengisi kecanggungan di dalam mobil.

Sedari tadi yang dilakukan Anjali hanya memandang pemandangan malam lewat kaca mobil. Sesekali membenarkan letak tubuh Anya yang bergerak-gerak agar kembali nyaman.

"Anya milik kita. Hak asuh Anya pasti ada di kamu. Namun kalau dia memilih tinggal bersamaku nantinya, dengan senang hati aku akan menerima Anya, Ryanti pasti akan senang menjaga dan merawat Anya."

Bibir Anjali berkedut mendengarnya. Umur Anya yang baru 3 tahun, sangat memungkinkan hak asuh ada ditangannya. Anjali bersyukur setidaknya dia tidak akan kesepian. Namun ada rasa tidak enak dibenaknya kalau Anya tinggal bersamanya. Dirinya takut Anya tidak terbiasa dengan kehidupan yang akan dilaluinya kelak.

Terbiasa dengan kemewahan dan bergelimang harta, Anjali takut Anya tidak akan bahagia kalau memilihnya.

"Besok surat perceraian akan diantarkan oleh pengadilan kuharap kamu langsung menandatanginya supaya proses perceraian kita segera selesai."

Anjali hanya bisa mengangguk mendengar penuturan Agam.

"Bang," panggil Anjali pelan. Entah kenapa memikirkan nasib Anya sungguh mengganggu pikirannya. Sepertinya dia harus segera membicarakan hal ini dengan Agam.

"Hmm,"

"Aku bukannya gak mau merawat Anya. Hanya saja kamu tau sendiri keadaan ku bagaimana sekarang. Aku takut Anya tidak bahagia kalau tinggal bersamaku. Bolehlah kalau aku menitip Anya padamu. Aku berjanji aku akan mengambil Anya darimu setelah aku mampu."

Mengenang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang