Sepuluh

10.3K 468 16
                                    

SEPULUH : TIDAK UNTUK KEMBALI

HOWAAA!! TERIMAKASIH YANG SUDAH BACA CERITA INI
TERIMAKASIH JUGA YG UDH MAU NGOREKSI

DISCLAIMER : UNTUK PENULISAN RIANTI DIGANTI YA MENJADI RYANTI JADI HURUF I-NYA  DIMUSNAHKAN SAJA!

TERIMAKASIH.

***

PUK!

Bunyi segepok uang yang di taro ke atas meja memenuhi ruangan Agam. Anjali yang beberapa menit lalu di panggil oleh Agam, mengernyit bingung. Entah apa maksud Agam memberikan amplop coklat tebal itu.

"Ini apa, Pak?"

Agam tersenyum tipis, "Uang."

Anjali menaikkan alisnya membuat Agam melanjutkan perkataannya, "Uang nafkah untuk Anya."

Terbilang sudah hampir 5 bulan mereka berpisah. Baru kali ini Agam menunaikan kewajibannya sebagai ayah.

"Setelah lima bulan berlalu?" Anjali tertawa sumbang.

Agam menaikkan satu alisnya melihat tingkah Anjali, di luar ekspetasinya. Dia kira Anjali akan sangat berterima kasih.

"Sudah saya lebihkan untuk menutupi bulan-bulan sebelumnya. Katakan kalau itu tidak cukup biar saya tambahkan nanti."

Anjali menyipitkan matanya kurang suka dengan tingkah Agam. Sungguh memuakkan dan tidak tau malu. Dia pikir Anjali akan mengemis padanya untuk belas kasihan. Tidak akan! Selama ini Anjali masih mampu menghidupi Anya dan dirinya tanpa bantuan Agam.

"Terimakasih Pak Agam. Namun saya masih mampu mencukupi kebutuhan keluarga saya. Saya tidak butuh belas kasih dari orang seperti anda."

Tatapan mata Agam berubah mendingin begitu mendengar jawaban dari Anjali. "Seperti apa maksud kamu?"

"Memang perempuan mana yang tidak menyukai uang? Semuanya suka, termasuk saya. Tapi tidak semua perempuan memprioritaskan uang. Tanggung jawab dan menepati janji adalah hal terpenting yang dilihat oleh perempuan."

Agam diam mungkin sedang mencerna ucapan Anjali. Mungkin kalau saja Agam mengucapkan kata maaf Anjali tidak akan semarah ini. Namun, hidup selama 3 tahun bersama Agam, Anjali tahu sifat arogan Agam, dia tidak akan menurunkan kan ego untuk masalah kecil menurut pria itu.

Anjali menghembuskan napas pelan, membuang semua amarah yang mengepul di dadanya. Sejenak dia memperhatikan Agam yang tak kunjung bersuara.

Mungkin pembicaraan sudah selesai. Dan keberadaan Anjali sudah tidak berguna lagi. Dirinya pamit undur diri pada Agam, namun baru beberapa melangkah Agam bersuara.

"Saya dengan senang hati menerima kamu untuk kembali."

Anjali tersenyum sinis, "Saya menerima tawaran Anda untuk bekerja di sini bukan berarti akan kembali kepada Anda. Saya bekerja di sini untuk menghidupi putri saya yang di telantarkan oleh ayahnya yang tidak bertanggung jawab!"

Anjali menatap Agam tajam. Serendah itukah dirinya di pandangan Agam? Anjali menghirup oksigen banyak-banyak. Ternyata dirinya telah menikah dengan pria brengsek seperti Agam. Selain brengsek Agam juga tidak tahu malu.

"Maaf jika perkataan saya telah menyinggung anda. Saya permisi."

Setelah mendinginkan kepalanya dengan langsung memasukkan kepala ke dalam kulkas di kantin. Anjali bersiap menarik kepalanya dari dalam kulkas. Ternyata segelas es coklat tidak memadamkan api di otaknya. Anjali mendesah begitu kepalanya beradu dengan dada bidang milik seseorang.

Anjali mendongak melihat siapa gerangan yang sudah merusak moodnya, "Eh, Reksa?" Mata Anjali membulat.

"Bu," sapa Reksa ramah.

"Kok bisa kamu di sini? Bukannya kamu kerja di Bali ya?" Anjali tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat pria yang sudah menjaga Anya waktu di Bali berada di kota sama seperti nya.

"Iya Bu. Sekarang saya sudah pindah ke Jakarta." Jelas Reksa ramah.

Anjali mengangguk-angguk paham, "kamu kerja di sini juga?"

Reksa menggeleng, "Tidak. Saya hanya ada sedikit keperluan dengan Ibu penjual Ayam Crispy."

Anjali mengernyit heran namun tak ayal mengikuti arah tunjuk Reksa ke arah ibu paruh baya yang tengah menyajikan ayam di meja pelanggan.

"Itu ibu saya," lanjut Reksa. "Mau mampir ke warung ibu saya?" Tawar Reksa kemudian.

"Boleh. Tapi kamu panggil saya Anjali tidak papa kok. Kan saya manggil kamu Reksa juga gak pake 'pak'. Biar kedengaran lebih akrab." Anjali nyengir. Sejenak dia bisa melupakan kekesalannya terhadap Agam.

Reksa nampak berpikir sejenak sebelum menyunggingkan senyuman manis. "Yasudah. Jadi gimana, mau mampir gak, Anjali?"

Anjali tertawa, "Gak usah kaku gitu, Reksa. Oke?"

Anjali dan Reksa berjalan berdampingan menuju warung ibunya Reksa. Anjali baru sadar ternyata warung itu yang kerap dibicarakan oleh anak-anak kantor karena kelezatannya dan kegurihan Crispy nya.

"Assalamualaikum, Bu."

Ibunya Reksa yang tengah menggoreng Ayam terhenti. Matanya menatap Reksa terkejut.

"Waalaikumsalam. Kamu sudah nyampe ya?" Wajah terkejut terlukis di muka ibu itu. Dia langsung berlari ke arah Reksa dan memeluk anaknya erat.

"Iya. Beberapa jam yang lalu Bu. Langsung ke sini deh soalnya udah kangeenn bangett sama ibuu."

Anjali tersenyum melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Seperti keluarga bahagia yang saling menyayangi. Keluarga yang dia sangat harapkan.

"Kamu sudah makan?"

Reksa menggeleng, "Belum, oh ini kenalin. Ini Anjali, Bu."

Reksa menunjuk Anjali yang sedari tadi tersenyum melihat pemandangan mengahrukan tersebut. Ternyata kepribadian Reksa kalau bersama ibunya berbeda. Ekspresi datar yang biasa dia pasang lenyap seketika digantikan dengan muka khas anak manja. Menggemaskan. Reksa kelihatan sangat menyayangi ibunya.

"Bu, saya Anjali." Anjali menyalami ibu Reksa.

"Oalah, Nak Anjali yang ini ternyata. Sering loh ibu denger anak-anak yang makan di sini membicarakan kamu. Maaf ya tadi ibu gak sempat nyadar ada kamu."

Anjali menaikkan alisnya, Anjali tidak pernah berpikir dia diperbincangkan orang lain. Lagipula dia tidak terkenal dan cenderung tidak punya banyak teman. Ah, mungkin ibu itu salah. Nama Anjali bukan hanya dirinya bukan?

"Anjali?"

Anjali melihat Ryanti berdiri di samping meja. Perempuan itu tersenyum ramah seperti biasa. Namun hal itu tidak mampu menggerakkan hati Anjali untuk menyukai perempuan itu.

"Bu." Balas Anjali tersenyum.

"Lagi sama calon suami ya?" Ryanti tanpa tahu malunya melempar candaan, seperti sudah kenal dekat saja.

"Sama teman kok, Bu." Balas Anjali.

"Yakin cuma teman nih?" Ryanti menyenggol bahu Agam yang sedari tadi diam. "Mereka cocok kan Gam kalo jadi pasangan suami istri?"

Anjali melirik Agam dengan ekor matanya. Tatapan datar dari pria itu tidak terbaca, seperti biasa. Berdeda dengan Reksa yang segera berdiri dan memberi sapa kepada Agam dengan hormat. Bagaimana pun Agam pernah menjadi majikannya.

"Pak Agam,"

"Kamu Reksa kan ya? Yang menjaga putri saya waktu di Bali?" Tebak Agam tepat sasaran.

"Benar Pak." Reksa tersenyum lebar. Tangannya hendak menyalami Agam. Dan di sambut cukup baik oleh Agam.

"Yasudah selamat makan siang. Kami pamit."

Sepeninggal mereka, Reksa dan Anjali kembali melanjutkan makan siang. Tanpa di ketahui Anjali, Reksa menahan sakit di area buku jarinya akibat bersalaman dengan Agam.

***

Kalian dukung Agam-Anjali atau Anjali-Reksa??

Menurut kalian gimana tentang cerita ini?

Satu lagiiii, tolong bantu koreksi kalau ada typo ya xixixi

Mengenang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang