Tigabelas

7.6K 359 11
                                    

TIGABELAS : SINDIRAN UNTUK AGAM.

TERIMAKASIH SUDAH NGIKUTIN SAMPE SINI!!

DAN TERIMAKASIH UNTUK YANG MAU RIBET NGASIH TAU KLO ADA TYPO.

SELAMAT MEMBACA!

***

Alarm berbunyi. Membuyarkan mimpi buruk Anjali. Memimpikan Agam adalah hal terburuk. Apalagi kalau sampai berani mengancamnya akan mengambil Anya. Apapun yang terjadi Anjali akan mempertahankan Anya untuk tetap di sampingnya. Anjali tidak akan membiarkan seorangpun mengambil Anya, sekalipun itu Agam, ayah kandungnya.

Anjali menatap kosong tembok di kamarnya, memikirkan jadwal terulangnya setiap hari. Memastikan Anya pergi sekolah lalu bekerja dengan baik di perusahaan mantan suaminya.

Tuhan, kenapa aku harus takut untuk memulai hari? Bukan kah kau sudah menentukan kebahagiaan untuk setiap hambamu?

Anjali menahan napasnya sejenak. Memantapkan niatnya untuk bergerak membersihkan diri dan membantu Irma menyiapkan sarapan.

"Bu, di depan ada dua orang tamu." Irma segera menghampiri Anjali begitu turun dari tangga.

Dahi Anjali membentuk lipatan-lipatan halus, "Siapa?" Jarang-jarang dia kedatangan tamu sepagi ini.

"Yang satunya papanya Anya dan satunya lagi saya kurang tau."

Sudah di pastikan itu Agam. Namun yang jadi pertanyaan adalah tamu satunya yang dimaksud Irma.

Dengan tergesa Anjali berjalan ke arah pintu utama.

"Reksa, Pak Agam?" Anjali menatap keduanya secara bergantian. Mereka yang tengah duduk di atas mobil masing-masing segera berdiri tegap.

"Kalian ngapain?"

"Mau numpang sarapan."

"Mau numpang sarapan."

Jawaban mereka membuat Anjali mengerutkan dahi. Anjali yakin Agam tidak semiskin itu sampai meminta sarapan ke bawahannya sendiri. Namun untuk Reksa, walaupun pria itu membawa BMW versi terbaru, Anjali tidak mempermasalahkan karena melihat keadaan ibunya berjualan di cafetaria. Mungkin saja keadaan Reksa sedang sulit. Sampai saat ini Anjali masih berasumsi Reksa adalah seorang supir.

Nampak kedua pria itu saling menatap satu sama lain.

"Sebenarnya saya mau mengajak kamu bareng ke kantor." Reksa berkata jujur tanpa mengindahkan tatapan tajam Agam.

Kini pandangan Anjali berpindah pada Agam yang masih terdiam. Seolah paham signal dari Anjali, Agam segera menyahut, "Saya cuma mau--"

Anjali menaikkan kedua alisnya menunggu kelanjutan dari Agam.

Terdengar helaan napas dari mulut pria itu, "Saya juga mau menjemput kamu dan Anya sekalian. Bagaimanapun aku merindukan putriku sendiri." Agam melanjutkan dengan muka sendu.

"Papaaa!!!"

Teriakan Anya terdengar dari dalam rumah. Secepat kilat gadis kecil itu berlari melewati Anjali menuju tempat Agam berdiri. Dengan senyum bahagia Agam berjalan mendekat sembari merentangkan tangannya menyambut Anya.

"Papa kok baru pulang, papa emang gak tau seberapa kangennya Anya ke papa?" Di pangkuan Agam, Anya memberengut.

Agam mencubit lembut pipi gembul putrinya, "memangnya sebesar apa kangennya Anya ke papa, hm?"

Anya membulatkan matanya merasa tertantang. Lantas gadis kecil itu merentangkan kedua tangannya sebelum membuat lingkaran besar, "Besar banget pa gak terhingga. Oke? Papa harus percaya pokoknya."

Mengenang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang