Limabelas

6.6K 270 8
                                    

HALO. APA KABAR KALIAN??

GAK NYANGKA BANGET MENGENANG RASA BANYAK YANG SUKA!! TERIMAKASIH YANG SUDAH BACA CERITA INI SAMPE SINI.

SORI BELAKANGAN INI SLOW UPDATE SOALNYA BANYAK KESIBUKAN LAIN DI DUNIA NYATA.

HAPPY READING!

***

Anjali diberi cuti dua minggu oleh Agam. Luka di tangannya juga belum kering. Anjali hanya tidak bisa menggunakan tangan kanannya dengan normal. Selebihnya bisa kok.

Siang ini juga perempuan itu sudah siap untuk menjemput Anya di sekolah.

"Irma, biar saya saja yang menjemput Anya. Kamu di rumah saja ya,"

Anjali melihat Irma yang tengah merapihkan kerah bajunya. Sepertinya perempuan itu juga sudah bersiap menjemput putrinya.

"Saya juga gak papa kok bu. Apalagi Ibu sedang tidak sehat, biar saya saja Bu."

Anjali tersenyum kecil, "Cuman tangan saya Irma. Yang lainnya masih berfungsi kok."

Irma tersenyum canggung, "Yasudah, Bu."

Oh iya, mungkin sudah seminggu Anya pindah sekolah ke sekolah lamanya. Setelah mendengar tawaran Agam, anak itu gencar merayu Anjali untuk menyetujui perpindahannya. Katanya dia kangen bermain dengan Epan.

"Memangnya kenapa Anya mau pindah? Gak betah di sekolah baru?"

"Betah, Ma."

"Terus kenapa Anya mau pindah, hmm?"

"Anya rindu main sama Epan!" Ujar putrinya tegas.

Anjali menggelengkan kepala tidak habis pikir mendengar ketegasan putrinya. Alasan nyeleneh yang membuat Anjali tidak tega kepada anak itu. Takutnya Anya tidak nyaman sekolah di sana. Apalagi Anya tipe yang sulit mencari teman.

Anya memang supel dan ramah. Dia lumayan hiperaktif. Namun dalam hal pertemanan Anya sangat payah. Teringat, sewaktu pertama masuk sekolah. Anya lebih sering menyendiri. Dia lebih asik berkutat dengan pensil warnanya ketimbang becanda dengan anak lain.

Namun, sebelum pindah ke Tadika Mesra anak itu kerap menceritakan Epan, teman barunya. Katanya Epan baik bisa ngertiin dirinya. Anjali hanya bisa tersenyum begitu pujian untuk Epan keluar dari mulut putrinya. Anjali pikir Anya begitu menyukai Epan.

Anjali melihat jam di ponselnya. Seharusnya kelas Anya sudah bubar sejak lima menit lalu. Namun, di tempat penjemputan Anjali tidak melihat keberadaan Anya. Anjali ralat bukan hanya putrinya, namun semua siswa-siswi belum berkeliaran seperti seharusnya. Lapangan sekolah sangat sepi.

"Maaf Bu, hari ini sekolah ada kedatangan tamu untuk sosialisasi kebersihan gigi, makannya semua kelas akan dibubarkan terlambat. Mungkin lima belas menitan lagi." Seolah tahu isi pikiran Anjali, pria paruh baya berpakaian rapi khas security menghampiri Anjali.

"Oh begitu Pak, terimakasih."

"Jemput anaknya ya, Bu?" Pak Security nampak mencari topik.

"Iya, Pak." Jawab Anjali sekenanya.

"Kalau boleh tahu anaknya siapa namanya,
Bu?"

"Anya, Pak."

Pak Security nampak berpikir dengan dahinya membuat lipatan-lipatan halus. Tak berselang lama dia menjentikkan jarinya, "Ah saya ingat, non Anya itu. Dia kelas A kan, Bu?"

Walau Anjali tidak yakin dengan Anya yang dimaksud pria paruh baya di depannya, tidak menutup kemungkinan kan ada Anya lain di kelas tersebut. Anjali hanya mengangguk kecil.

Mengenang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang