Duapuluh Sembilan

4.6K 155 22
                                    

#CIPIKA-CIPIKI PENGARANG

HALOO SELAMAT BERBAHAGIA DIMANAPUN KLEAN BERADAA!!

SENENG DEH YANG VOTE SKRG MAKIN BANYAK. THANKS YAA

AYOK BANYAKIN LAGI VOTE NYA BIAR AUTHORNYA SENENG. SEKALIAN RAMEIN JUGA KOLOM KOMENTARNYA YA PARA READERS BUDIMAN.

MOOD KU TUH NAIK SEJUTA PERSEN KLO BACA KOMENAN KLEAN TUH 🌝

DUAPULUH SEMBILAN : PERINGATAN PERTAMA.

***

Tepat jam 10.00 Anjali berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Perempuan yang di balut blazer putih tulang itu meregangkan dan meluruskan punggungnya. Kepalanya mendongak menatap langit-langit. Cukup pegal juga menghabiskan waku dua jam menyiapkan materi untuk presentasi Agam besok pagi.

"Ayo."

Anjali terperanjat. Dia menormalkan duduknya. Entah sejak kapan Agam sudah berdiri di daun pintu. Anjali juga tidak sadar ketika pintu terbuka oleh Agam.

"Kemana?"

Agam terlihat mengembuskan napas pelan dan matanya menyipit ke arah Anjali, "Menjemput Anya,"

Anjali membulatkan matanya, dia sudah melupakan janji Agam kemarin tentang penjemputan Anya. Dia juga masih belum menyiapkan alibi agar tidak ikut menjemput Anya.

"Maaf Pak, sepertinya saya tidak bisa karena masih banyak pekerjaan."

Agam menyilangkan tangannya, "Lalu kenapa tadi kamu malah melamun sampai tidak sadar kehadiran saya di sini?"

Sebelum Anjali kembali mengelak, Agam segera menambahkan, "Cepat saya kasih waktu 2 menit untuk bersiap."

Agam berlalu begitu saja meninggalkan Anjali yang menampilkan muka kesal dan cemas sekaligus. Anjali tidak bisa kalau setiap hari menjemput Anya. Dia tidak bisa seenaknya keluar masuk perusahaan begitu saja.

Anjali masuk ke dalam mobil. Dia langsung duduk tanpa mau repot berbasa-basi dengan Agam terlebih dahulu. Lama Anjali duduk, tetapi Agam tak kunjung menghidupkan mesin mobilnya. Perempuan itu tetap duduk tegak dengan mata lurus ke depan.

"Anjaliya Gauri,"

Anjali menautkan kedua alisnya sebelum menoleh pada Agam seolah berkata, 'ada apa?'

"Pake seatbelt nya."

Anjali mengerjap, kemudian bergerak mencari keberadaan sabuk pengaman yang di maksud Agam.

Namun, begitu dapat, sabuk tersebut tidak bisa dia tarik. Anjali pikir mungkin sudah rusak. Anjali mencoba menariknya lebih kencang lagi sampai urat di tangannya terlihat menonjol. Tetap saja, seatbelt tidak bergerak barang se-mili pun. Anjali pasrah dia kembali duduk tegak dengan pandangan lurus.

"Seatbelt-nya rusak," kata Anjali memberitahu Agam.

"Masa sih?" Agam tidak percaya. Dia bergerak mencondongkan badannya menggapai seatbelt yang disebut rusak oleh Anjali.

Anjali memundurkan kepalanya agar tidak bersentuhan dengan pipi Agam. Dia sadar hampir tidak ada jarak di antara mereka. Kalau dia bergerak sedikit saja bibirnya akan menyentuh pipi Agam.

Anjali benar-benar duduk mematung bahkan untuk bernapas pun dia tahan.

Sretttt

Tangan Anjali segera menahan tubuh Agam yang tiba-tiba oleng. Entah apa yang menimpa Agam sehingga pria itu terjatuh di pangkuan Anjali. Tangan Anjali yang bertengger di bahu Agam bergetar karena posisi mereka begitu intim. Wajah Agam yang menempel di dada Anjali membuat Anjali diam tidak berkutik. Bukannya langsung bergerak mundur, Agam malah bengong. Keduanya sama-sama terkejut.

Mengenang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang