19. Kesekian kalinya

20 9 0
                                    

"Tidak ada kata terlambat untuk terbuka, karena Tuhan sudah mengatur semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak ada kata terlambat untuk terbuka, karena Tuhan sudah mengatur semuanya ..."

❝Aaron Wicaksono❞

⑅⑅⑅

Mata Aretha menyusuri sebuah rumah yang kini ramai dengan wajah yang terlihat tampak tak senang, bahkan kehadirannya dengan Rebecca dan Chelsy tak merubah suasana hati 5 laki-laki di hadapan mereka.

Aretha sedikit tersentak kala tangan seseorang hinggap di pundaknya, dia menoleh menatap siapa pemilik tangan tersebut. Dalam hitungan sepersekian detik, Aretha menjauhkan dirinya, mundur beberapa langkah.

"Lo siapa? Kalau bukan anak Morpheus, lo duduk aja di sana," ucap laki-laki dengan jaket kulit yang begitu familiar di mata Aretha, menunjuk ke arah kursi yang berjajar rapi di sebelah sana tak jauh dari tempat dia berdiri.

"Daripada mengganggu upacara pemakaman ini."

"Ah ..., ma-maaf, permisi ..."

Aretha menepikan dirinya, dia mencari sosok Rebecca dan Chelsy yang tiba-tiba hilang saat dirinya tengah melamun, mungkin?

Aretha berdecak kesal, decakan itu lirih dan mungkin tidak bisa di dengar oleh orang lain. Matanya terus mencari dua perempuan yang ber-notebene sahabatnya sekarang.

Dia juga tidak melihat 5 laki-laki yang dari sekolah mukanya sudah tertekuk kaku 180° dan tatapan keterkejutan, membuat Aretha pusing harus mencari bocah-bocah itu di tempat yang bisa di bilang cukup luas.

"Tha ..., buset, ternyata di sini ..., itu, di cari sama Aaron, keburu semaput dia." Aretha berjengit kaget, menatap tak suka pada Rebecca yang tiba-tiba muncul dengan watadosnya.

"Lo ngilang sih, gak mau gandeng gue. Ntar gue ilang, lo kena semprot sama emak gue," goda Aretha sedikit kesal, karena Rebecca yang meninggalkannya.

Rebecca hanya tertawa kecil, lalu menggandeng tangan Aretha dan mengajaknya kedalam rumah untuk menyusul teman-temannya yang lain.

Aretha mengerjap, melihat isi rumah yang penuh dengan tangis dan haru. Matanya menangkap banyaknya sosok laki-laki dengan jaket kulit hitam, dengan logo dan Morpheus sebagai tulisannya.

"Sey ..., Kenapa lo tinggalin kita ..." (John)

"Lo janji bakal bareng terus sama kita ..." (Zack)

"Sey ..., Morpheus butuh lo, bangun, Sey ..." (Kent)

Aretha meringis kecil, melihat Zack yang menangis tak henti dengan wajah bersalah di sana. Tampak juga John dan Kent yang menenangkan Zack, sedangkan Aaron tampak melamun di seberang sana, Theo yang tengah mengobrol dengan temannya yang lain dan menenangkan beberapa temannya yang menangis.

***

"Ron, ayo ..." Aaron menarik napasnya, tangannya terasa dingin memegangi tali yang mengikat kuda di depannya. Kereta kuda yang sudah di siapkan oleh pihak gereja, selalu menjadi ikon tersendiri dalan upacara pemakaman.

BonaventuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang