33. Amen.

30 9 0
                                    

"IN THE NAME OF THE FATHER, AND A SON, AND A HOLY SPIRIT. AMEN!"

⑅⑅⑅

"Rebecca! Woy! Ngebo TEROSSSSSSS!!!" Teriak Aretha yang berdiri di depan pintu kamar Rebecca.

"Apa sih, Tha? Kenapa?" Tanya Rebecca dengan wajah bantalnya, dengan rambut seperti singa.

"Mandi, abis itu sarapan, trus ke gereja! Udeh jam berapa ini, ha? Temen-temen lo nungguin sampe lumutan!" Tutur Aretha dengan tegas.

Rebecca hanya terkekeh kecil, lalu memeluk erat Aretha, "Iya bawel, abis ini aku mandi ..."

Setelah beberapa saat berlalu, Aretha menuruni anak tangga dengan wajah masamnya. Di ruang tengah sudah ada bapak-bapak dan di lantai duduklah anak mereka, Theo dan kawan-kawan.

"Gue juga gitu dulu, nyari ukuran kutang bini gue sampai diliatin satu toko. Untung ada Gama, jadi gue malunya gak sendirian," ujar pria paru baya yang dengan santainya bercerita, siapa lagi kalau bukan Wicak—Ayahnya Aaron.

"Sumpah, kelas 12 udah nyari kutang aja gue sama Wicak. Pulang-pulang bininya Wicak ngamuk, bilang kutangnya kegedean," imbuh Gama tak kalah kocaknya.

"B4ngk3!! AHAHAHAHA! Perut gue sakit." Aditama—Ayah Theo—memegangi perutnya yang sudah berdisko ria, terkocok-kocok karena tawanya yang menggema.

"Bukan Daddy gue sih ini mah," batin Theo dengan wajah yang di buat tenang, setenang mungkin.

"Ya Gusti, Papi gue ketawanya sampe ngok-ngok!" Batin Kent tertekan.

"Aduh, gue pengen pulang. Malunya sampe ubun-ubun!" Batin John yang sibuk dengan ponselnya.

"Untung Aaron gak di sini, kalau di sini udah ngaceng dia liat Ayah gue ketawa kayak orang yang asmanya kumat!" Batin Zack dengan senyum tipis dipaksakan.

"Pa, kalau ketawa gak ada suaranya bisa-bisa di hap sama pita usus," sindir Aretha dengan wajah yang di tekuk 12, duduk di sebelah Chelsy yang sepertinya tidur.

"Kalau di hap Mama kamu juga gak pa-pa, ikhlas," jawab Gama.

Wajah Aretha semakin kusut, saat para bapak-bapak tengah nostalgia masa muda. Pasti bahasannya yang ke arah itu.

***

Aku ...

Dimana?

Mata bulat itu menatap kosong lurus kedepan, melihat warna putih yang terus saja mengikutinya. Perasaannya tidak berfungsi, bahkan pikirannya pun tak bekerja.

Ia terus berjalan lurus, semakin dalam ia berjalan semakin hilang jati dirinya. Hanya putih, putih, putih, putih ...

Jalan ...

Jalan ...

Jalan ...

Batin laki-laki itu, semakin tak berbentuk jika ia laki-laki.

***

"Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus ..."

"Amin." Seru semua orang termasuk keluarga Aaron dan teman-temannya.

Mereka tengah menjalani ibadah, ibadah yang penuh haru. Hampir seisi gereja mengetahui kondisi Aaron, putra Wicak yang belum juga sadar hampir satu bulan.

BonaventuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang