"Mencintaimu tanpa henti."
⑅⑅⑅
Tepat seminggu setelah kejadian gue gak sengaja, sengaja sih nyoblos Aretha biar jadi milik gue. Walau pun itu gak baik, tapi gue udah ngaku di ruang pengakuan kemarin.
Gue bangun awal hari ini, menyelesaikan acara mandi gue yang wajib banget gue lakuin tiap pagi.
Yanda kemarin cerita ke gue, kalau gue sama Aretha gak bisa langsung nikah gitu aja karena mengingat peraturan pemerintah dan gue sama Aretha masih sekolah.
Di setiap acara mandi gue tadi, pikiran gue gak tenang bahkan Bunda sampai ngomel karena gue melamun pas makan.
"Ron, dosa mainin rejeki pagi-pagi!" Omel Bunda gue dengan tangan yang udah bertengger di pinggang rampingnya.
Rafa sama Anya juga ikut-ikutan ngomel, saat liat gue nyomot sosis goreng mereka.
Hari ini bukan hari besar, tapi gue berniat buat kumpul sama temen-temen. Daripada harus menghadapi Yanda yang bakal nagih tanggal, nagih penjelasan, segala macem. Gue langsung cabut, menuju markas MRP.
"Bos, lo tau gak? Setelah kapten Oppio yang entah kabarnya gimana, sekarang rival lama kita naik," tutur Zack yang masih mencomot kue kering bawaan Kent. Laki-laki itu masih setia sama headband birunya, walau kadang kesel juga dia sama tuh headband.
"Siapa emang?" Gue tanya dengan nada santai pastinya, kalau gue ngegas yang ada Zack malah ikut ngegas.
"Lucifer." Kali ini bukan Zack yang jawab, tapi Theo.
Jantung gue berasa gak mau copot. Lucifer, gangster pengganggu anak-anak lemah. Mereka tukang bully, main cewek, semua hal bejad mereka lakukan demi kesenangan mereka.
Dulu, gue pernah ketemu sama wakilnya. Saat itu Morpheus lagi ngadain balap malam. Gue sama wakil Lucifer balapan, dengan taruhan yang bisa di bilang gak masuk akal dimana kalau Morpheus kalah, Lucifer bakal bertindak semaunya dan Morpheus gak boleh berontak.
"Gue yakin, kali ini mereka muncul pasti ada alasan yang jelas," imbuh John di sela keheningan gue lagi berpikir.
Gue gak pernah seserius ini, tapi gue juga jadi khawatir sama perempuan-perempuan yang kini gue jaga, Morpheus jaga. Aretha, Rebecca, Chelsy.
Dengan berat hati, gue berdiri dari duduk gue meninggalkan sofa empuk yang jadi bantalan pantat gue. "Kabari gue kalau ada gerakan mencurigakan dari Lucifer."
Ucapan gue di angguki antusias dari temen-temen gue.
Gak butuh waktu lama gue kumpul di markas, merasa kalau gue udah lelah, gue pamit dan langsung pulang ke rumah yang bukan tempat gue tidur.
Ting ... Tong ...
Ceklek ...
"Eh, nak Aaron. Masuk nak," tutur wanita paru baya yang gue kenal Ibu dari dua bocah yang tinggal di rumah lumayan gede.
"Iya Ma," jawab gue, masuk dan jalan di belakang wanita paru baya itu.
Gue bisa liat, furniture-furniture yang menghiasi rumah ini. Kadang gue cuma masuk doang gak liat sekitar, bahkan gue hampir lupa kalau Ibu di depan gue ini perutnya buncit dan berarti bukan dua bocah yang tinggal di sini, melainkan 3.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonaventura
Teen FictionREVISI SETELAH END !!! ⚠️Follow kalau mau baca⚠️ ⚠️Kalau udah di baca, minimal vote & komen⚠️ ⚠️Kalau ada yg plagiat, lapor segera⚠️ Penuh dengan kegilaan, kesadisan, kekerasan, yang sangat-sangat-sangat di sarankan untuk di dampingi orang tua!!! Aa...