39. Alasan

40 10 1
                                    

"Setiap aku melihat senyum mu, aku selalu berpikir. Apakah aku mencintaimu atau aku menyayangimu?"

⑅⑅⑅

Pagi-pagi buta, tepat hari Jumat, Aaron sudah stand by di depan rumah Aretha, dengan seragam lengkap dan tangan yang sibuk bermain ponsel.

Pagi ini Aaron mendapat ceramah dari orang tuanya, dari teman-temannya, lebih parah lagi dia mendapat amukan dari Archard, kakak Aretha.

"Pagi!" Aaron menoleh, melihat orang yang menyapanya. Senyum manis itu membuat hati Aaron yang panas menjadi dingin.

"Tumben se-maksudnya ..., tumben udah cantik pagi-pagi," ujar Aaron hati-hati, takut membuat suasana hati Aretha menjadi buruk.

"Gak cantik kok, orang sekolah doang mah gak perlu dandan lama, aku juga gak bisa dandan," tutur Aretha menerima helm yang Aaron sodorkan.

Aaron terkekeh kecil, menoel hidung Aretha gemas, "Cieee, pake aku gak tuh ..." Goda Aaron membuat pipi Aretha memerah.

Dengan cepat Aretha menaiki motor Aaron, tidak membalas godaan Aaron yang mungkin bisa membuat Aretha lebih malu lagi. Aretha merutuki dirinya karena kelepasan.

Tawa kecil bisa Aretha dengar dari Aaron, membuat Aretha memeluk erat pinggang Aaron. Dengan begitu, Aaron hanya bisa mengendarai motor diam tanpa bersuara.

"Cinta ku, maaf ya kalau aku ada salah?"

"Ha? Salah? Sejak kapan?" Tanya Aretha sedikit bingung saat Aaron berhenti di lampu merah. Usapan lembut bisa Aretha rasakan di punggung tangannya.

"Ya, kalau ada salah aku minta maaf." Ucap Aaron tanpa memberitahu alasan yang jelas. Sejujurnya, Aaron juga tidak tahu salahnya dimana hanya saja hati kecil mungilnya mengatakan bahwa Aaron harus minta maaf.

Aretha hanya mengangguk seraya berpikir, dimana letak salahnya si setan yang tampan di depannya. Seingatnya, Aaron tidak melakukan kesalahan apapun.

"Kemarin Mama tanya aneh-aneh, gak?" Tanya Aaron sedikit keras agar Aretha mendengar.

Lagi-lagi Aretha menggeleng tanpa suara, dia terlalu malas untuk membuka mulut saat berpikir.

Aaron hanya ber-oh ria di balik helmnya. Kalau sudah seperti ini, lebih baik Aaron diam saja sampai Aretha mengajaknya bicara. Silent treatment kadang bisa berguna dan bermanfaat di saat-saat membingungkan.

Setibanya dua bocah bucin di sekolahnya, mereka masih diam tanpa suara. Kegiatan seperti turun dari motor, melepas helm, pergi ke kelas, duduk di keas, mereka lakukan tanpa suara.

Awalnya coba-coba, kok malah nagih? Pikir Aaron.

"Tha."

"Ron."

"Lo dulu," ujar Aaron mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat membuat Aretha mendengus sebal.

"Lo ternyata banyak salahnya, udah berani cium gue, anter gue, peluk gue, nenangin gue saat nangis, buat gue nangis, senyum sama gue, ke rumah gue, buat jantung gue berdisko, buat pipi gue merah, buat gue cemburu, buat gue jatuh cinta sama lo, buat gue ..." Aretha berhenti, saat mengatakan semua itu dengan gaya seperti anak kecil yang tengah menghitung sesuatu.

"Gue bawel ya?" Tanya Aretha saat melihat wajah Aaron yang sepertinya terkejut dan bingung.

Gelengan kecil membuat Aretha menghela napasnya lega, "Ya udah. Lo mau ngomong apa?" Tanya Aretha lagi tak melanjutkan kalimat uneg-unegnya.

"Kenapa kamu bisa jatuh cinta sama aku?"

Deg ...

"Kenapa kamu bisa jatuh cinta sama aku? Sama aku? Sama aku? Sama aku."

BonaventuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang